Friday, 25 January 2019

"The Great 50 Show", my first circus experience

Friday, January 25, 2019 2

Frankly speaking, I have no idea at all about circus. Sure I've seen some of the acts through movies, drama series, or even.. Gundam Wing (Trowa Barton, anyone?), but I didn't have any real life experience witnessing such performance. At least as far as my memories go. That's why, when I get my hands on the entrance ticket for The Great 50 Show in Tennis Outdoor Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta, I don't need to be told twice to drag my big ass there. Excitedly. And perhaps you have already guessed this: I was going alone. Single fighter fear no danger. 

Sesuai namanya, The Great 50 Show digelar selama 50 hari. Pertunjukan ini sudah berlangsung sejak 14 Desember 2018 hingga malam pamungkasnya 27 Januari 2019 nanti. Diselenggarakan oleh Oriental Circus Indonesia dan disponsori oleh Traveloka, tiket The Great 50 Show bisa didapatkan via situs dan aplikasi berlogo burung biru kurus nan ramping itu dengan harga diskon. Sedikit lebih murah dibanding beli langsung melalui loket yang tersedia di lokasi. Acaranya pun disebut-sebut melibatkan penampil dari berbagai negara Asia, di antaranya Cina, Mongolia, dan India. Makinlah penasaran. Sehingga begitu jam pulang kantor tiba, tanpa banyak ba-bi-bu dan berleha-leha sebagaimana yang saya kerap lakukan selepas kerja, saya bangkit dari kursi.

Cabut ke TKP.

Cuaca mendung berat. Nggak kalah beratnya dengan badan saya. Berhubung malas keluar duit (maklum, tanggal lanjut usia, tua bangka), saya berjalan kaki dari halte Transjakarta Gelora Bung Karno menuju Pintu 2, yang berdasar petunjuk, merupakan pintu terdekat. Wuidih anginnyaaaaaaa... rusuh abis. Tenda sirkus berwarna-warni cerah dengan lampu-lampu dekoratifnya tampak lebih mencolok, kontras dengan gelapnya langit. Sambutan dari welcome gate yang terasa khas sebagaimana terpampang di gambar pembuka tulisan ini sukses bikin antusiasme saya naik drastis. Mentok di ujung skala ukur.

Tiketnya oke. Kertasnya nggak terlalu tipis macam tiket parkir atau makalah kampus.

Mulanya, saya sangka penonton akan cukup sepi mengingat hari kerja. Iya siiih pertunjukan dimulai pukul tujuh malam, namun mempertimbangkan kemacetan Jakarta dan banyak sekali pihak-pihak yang lebih suka bersantai goler-goler melepas penat di kediamannya setelah nyari nafkah, ya mana saya menduga bahwa lumayan rame yang datang. Saat semua orang telah ambil posisi di bangku masing-masing beberapa puluh menit kemudian, ternyata terisi sekitar dua per tiga dari kapasitas total. Seneng deh liatnya. Saya kan baperan kronis, ya. Begitu tahu ada pementasan krisis audiens tuh bawaannya pengin nangis sendiri di pojok ruangan. Setidaknya dengan begini, kondisi psikologis saya terjamin baik-baik saja.

Pintu ke area pertunjukan baru akan dibuka pukul 18:30. Berhubung masih ada sedikit waktu sisa, saya mengamati sekeliling. Ada beberapa titik yang sengaja didesain untuk foto-foto demi memorabilia. Bahkan bisa diikutsertakan ke kompetisi yang digelar Traveloka pula (ya mereka sekalian promosi gratis kan... words of mouth dari testimoni pengunjung).

      
Lumayan tau sejeti. Bisa buat subsidi beli tiket pesawat ke Singapura.

Lapar? Haus? Ingin ngemil? Tenang, tersedia konter Eat&Eat yang juga menyediakan beberapa jenis camilan dengan harga masih masuk akal. Yah, kelas jajanan bioskop lah. Cappuccino dijual empat puluh ribuan, teh botolan dan air minum kemasan dibanderol belasan ribu rupiah.


Persis setelah saya selesai menjepret foto-foto ini, hujan turun. DERAS. Air seolah tumpah, disunthak dari langit. Angin berderu. Berada di dalam tenda yang didirikan di tengah-tengah tempat terbuka, terus terang saya sempat was-was. Gile serem banget, men. Bunyi angin tuh beneran hyuuuu... hyuuuu... gitu. Kondisi di luar, dilihat dari tempat saya berdiri mengantri siap-siap masuk area panggung, nggak beda jauh dengan arena Hunger Games di-setting hujan badai. Tinggal kurang binatang buas dilepas aja dah. But thank god the tents are constructed sturdily. Dihempas angin kayak gimana, berhasil nggak goyang atau kenapa-napa. Bocor sih ada, namun hanya di satu-dua titik tidak krusial yang agak jarang dipadati pengunjung. Tenang aja ya guys. Terjamin kok kualitas tendanya. Barangkali memang standar internesyenel.

Now let's get on to talk about the show.

Foto-foto panggung berasal dari dokumentasi dan promosi di laman Traveloka.

Opening act-nya agak terlalu kalem. A bit too slow-paced. Butuh beberapa saat bagi saya untuk tersadar, "Oh oke udah mulai nih". Lambat laun, badut-badut dan penampilan pemain akrobatik makin seru. Ada banyak hal yang terasa familier, seperti lompat tali dan jungkat-jungkit yang digunakan sebagai properti dan set-up, tetapi dimainkan sedemikian rupa sehingga mengundang decak kagum, tawa, geleng-geleng kepala, bahkan rasa deg-degan saking cemas gimana kalau ada apa-apa. Weeeell, I know they practiced like crazy and they are trained individuals but I was still worried what if things go awry.

The live music was breathtaking. Saya baru mengetahui bahwa layaknya teater, sirkus juga diiringi musik berbagai instrumen yang dimainkan langsung dari samping panggung. Bukan pakai rekaman kayak penampilan grup idola. Mantap. Oh ya, nyaris lupa. Sepanjang berlangsungnya pertunjukan, penonton tidak diperbolehkan merekam video dan mengambil gambar. Ada sih makhluk-makhluk tak berbudaya yang nyolong-nyolong motret.. JANGAN DITIRU YA. Oke? Oke. Plis lah. We're better than that. Ganggu kenyamanan dan pengalaman orang yang duduk di belakang dan samping kalian juga kan.

Masih dari dokumentasi resmi untuk promosi.

Setelah babak pertama selesai, ada interval dua puluh menit sebelum babak kedua digelar. Mau pipis? Silakan. Jajan popcorn? Atau gula-gula kapas? Boleh. Rumpi-rumpi dikit? Gak papa. Sayangnya seorang penonton lain yang semula duduk di sebelah saya memilih menggunakan jeda tersebut untuk pindah bangku dan meninggalkan seluruh sampah-sampah bekas bungkus jajanannya di atas kursi yang dia tinggalkan. Wasyuuuuuuuuu. Jan njaluk dijejeli sendal tenan raine

Babak kedua kece parah. Anjayyyy. Terlebih pada sesi laser dance, yang benar-benar keren dengan segenap special stage effects-nya. Iringan musik bertempo cepat yang mengiringi sang penari, di beberapa bagian, mengingatkan saya akan intro lagu pembuka serial animasi Saint Seiya (sumpah nggak bohong; silakan tonton sirkusnya sendiri untuk kroscek dan konfirmasi keabsahan opini ini). Ada momen-momen yang bikin ingin menyambar mikrofon lalu berteriak sekencang mungkin, "Saint Seiyaaaaaaaaaaaaaaarrrrggghhhh!!" saking miripnya. Same shit same energy.

And don't get me started on the closing performance: Wheel of DeathThat's another thing for you to find out with your own eyes. Suara jeritan penonton dan tarikan napas tertahan muncul dari kanan-kiri hampir tanpa henti. It was THAT exciting, that intriguing. Banyak hal-hal menarik dan menyenangkan yang saya dapatkan sepanjang menyaksikan The Great 50 Show. Salah satu yang paling menonjol adalah tim sirkus ini tidak lagi membawa binatang ke panggung. Hewan-hewan yang konon kerap muncul di pertunjukan sirkus telah disubstitusi dengan boneka-boneka plushie berukuran besar, serta manusia berkostum. Kayak Barongsai gitu lho. Bukan a la kostum badut ulang tahun yang suka disewain buat minta duit di tepian jalanan Jakarta.

So many Wonder Women.

The Great 50 Show akan selesai pada akhir pekan ini. Jika ada yang belum sempat nonton (padahal ingin, atau penasaran), atau masih mikir-mikir, saya sarankan mendingan berangkat deh. At first glance the ticket may looks and sounds rather pricey, but I can attest that the show is so fun, engaging, and refreshing. Go get your share.

z. d. imama

Monday, 21 January 2019

My (rather unhealthy) cat obsession

Monday, January 21, 2019 4

Saya suka kucing. 

Mohon maaf terhadap segala macam hewan menggemaskan lain di muka bumi (marmut, kelinci, rusa, anjing, dan lain sebagainya), namun saya tidak bisa memungkiri bahwa yang senantiasa memperbudak jiwa dan hati saya di singgasana tetap kucing. Beserta seluruh spesies turunannya. Singa, macan, jaguar... yea you know which ones. Semasa kecil, salah seorang sepupu saya di rumahnya ada banyak sekali kucing peliharaan. Rekor populasi tertinggi kayaknya sempat mencapai sebelas ekor, persis macem Nankatsu setelah kedatangan Ozora Tsubasa. Tiap kali libur sekolah, saya pasti minta menginap di sana. Demi main sama kucing. Tapi ya, keluarga sepupu saya nggak sepaham itu sama dietary kucing. Beda sama orang-orang sekarang. Back in the day, makanan para mengs tiap hari adalah ikan mentah termurah yang ada di pasar―biasanya kalau bukan bandeng ya teri―dicampur nasi putih. "Nasi kucing" at its realest meaning.

"Kenapa nggak pelihara sendiri aja?"

Ya ya ya. Ini memang pertanyaan yang paling kerap muncul. Saya maklum. Namun mewujudkannya tidak semudah ngomentarin orang di internet, kamerad. Ayah saya tidak suka binatang. In an almost hardcore sense. It's weird because human are in kingdom Animalia.. but let's not talk about that. Tiap menjemput saya dari rumah sepupu saja, tidak jarang ayah menaikkan kakinya ke kursi daripada harus tersenggol kucing-kucing yang lalu-lalang. Memang seenggan itu. Sehingga ya.. mana mungkin saya bisa punya kucing piaraan pribadi. Ketimbang dese cuma jadi korban kekerasan rumah tangga, kan.

     

Kegemaran saya: motretin kucing-kucing liar (dan ngasih mereka makanan).

Setelah tinggal sendiri sebagai warga kos-kosan rupanya impian memelihara mengs juga belum dapat terwujud. Kos yang kamarnya sesuai dengan kehendak hati saya, entah kebetulan entah nasib, selalu punya kebijakan melarang binatang peliharaan. Penyaluran hasrat dan rasa sayang yang nampaknya sudah merekah jadi obsesi terhadap kucing pun lagi-lagi terhenti di sebatas mengusap-usap (asalkan mereka tidak terlalu takut pada manusia) dan memberi makan kucing liar yang ditemui.

Kucing-kucing komplek.
Kucing-kucing yang gegoleran di trotoar jalan.
Kucing yang hampir tiap hari bisa ditemukan keliaran di sekitaran gedung kantor.

The office-perimeter cat, alias kucing yang demen nongkrong di area kantor.

Tempo hari sempat ada kejadian agak memalukan gara-gara dijajah kucing secara psikologis:  saya mengeong ke arah seekor kucing liar pada saat yang bertepatan dengan mas-mas lain melakukan hal serupa. KEBAYANG NGGAK SIH SEBERAPA MALU? DUA ORANG DEWASA MENGGODA KUCING DAN KOMPAK NGOMONG "MEOOONG~~"?? DENGAN NADA SOK IMUT?? While I know that it sounds toootally like a start of budding romance story―in retrospect, I honestly kinda hope it did―unfortunately it only resulted in awkward moment and shy stares and quickened pace. Mas-mas tersebut buru-buru berlalu, sementara saya memutuskan berjongkok di samping sang kucing lantaran arah tujuan kami sama; takut makin keki kalau pergi dari situ berbarengan.

Hasrat miara kucing yang tidak pernah terkabul selama bertahun-tahun ternyata sampai bermanifestasi jadi ambisi kurang terkendali. Entah sejak kapan, saya gampang sekali datang berkunjung ke tempat tinggal seseorang hanya dengan diiming-imingi main sama kucing. I shit you not. Trivia barusan sudah pernah saya sebutkan di postingan sebelah sini loh. Sure, terms and conditions apply, misalnya saya dan pihak pengundang harus sudah pernah ada interaksi sebelumnya, namun kok ya setelah direnungkan lagi ternyata definisi "interaksi sebelumnya" ini longgar banget, men. Bahkan saya pernah sengaja menawarkan ngambil sendiri buku secondhand yang hendak saya beli dari seseorang, langsung ke rumahnya, cuma demi ketemu kucing peliharaan si empunya buku yang emang amit-amit gemes banget dan nampang di foto profil. Padahal tadinya kami nggak kenal sama sekali. Cuma pernah ngobrol dikit-dikit via direct message media sosial, ngebahas buku yang mau dibeli.

Is this starting to get dangerous? 
Is this beginning to become unhealthy?
Is this tendency has started to be life-threatening?
Bagaimana jika kamu jangan terlalu lonte tentang kucing, Zulfana? Hmm?

      
Bergaul dengan dedek-dedek bulu milik Puti

To all the cats I've petted before... thank you from the deepest part of my conscience. Terima kasih telah bersedia saya jamah dan unyel-unyel meski ujung-ujungnya cuma ditinggal lagi sesudah dikasih makanan kering secukupnya. Semoga suatu waktu nanti, akan tiba hari di mana saya bisa membawa pulang minimal satu ekor dari kalian. Bukan saya yang terus-menerus dibawa pulang orang-orang demi menjumpai kalian.

z. d. imama

Tuesday, 15 January 2019

The Midnight Thoughts

Tuesday, January 15, 2019 2

At night. Lying under my blanket in a darkened room. Accompanied by distant sounds of stray cats mewling as they look for leftovers in the garbage. I think about many ways to die. Maybe I'm getting hit by a city bus. Falling from high places. Drowning in a shallow pool like a fool. Cutting the skin a little bit too deep or at the wrong place. Going deep into slumber and never return.

And I start thinking about the people. The livings. Noticing how only a few names appear. Noting how, probably, it is only a handful of people who will get notified when I'm truly gone. That guy I'm having a big crush on probably will have no idea what's happening; he doesn't even know that I'm re-reading our mundane, casual texts like it's worth any writing award. The friends I made through internet connections, at best, will wonder for a moment why my account is not updating, or why it is deactivated several weeks too long. The books, the drama series and movies I collected throughout the years will stay untouched, most likely getting thrown out as the days go by because my parent don't know what to do with them.

Taking a deep breath, eyes staring into the dark, I keep asking myself. Where will it be, then? Here, alone, inside my room, that no one but me has the key? And my body will be found at much later time when the smell has become a nuisance. Or will it be in a strange place I have never visited before? Or will my lifeless body lies amongst the muttering crowd, hands can be seen everywhere carrying phones to take pictures? I wonder if I will be able to see myself on that particular day.

I can hear my own heartbeat in the silence.
I feel the air goes into my lungs, then out from both nostrils.
I can sense the blood tirelessly rushing throughout my still body.

And tonight, just like countless nights in the past, I sleep crying.

z. d. imama

Saturday, 5 January 2019

#RecommendationOlympics: Japanese artists I regularly listen to (Female edition)

Saturday, January 05, 2019 4

Nyaris setahun terlewati setelah #RecommendationOlympics: Japanese artists I regularly listen to (Male edition) diunggah, memang sudah saatnya menuliskan 'pasangannya', alias daftar musisi dan artis perempuan Jepang yang rutin saya ikuti rilisan demi rilisannya. Jarak sebelas bulan tuh kelamaan nggak sih? Kelamaan ya? Habis, bahkan nama-nama musisi cowok yang jadi heavy rotation saya aja udah nambah lho. Ada dua nama: Yonezu Kenshi dan Suda Masaki. Perkenalan dengan Yonezu Kenshi tidak lain dan tidak bukan yaaa gara-gara anime Boku no Hero Academia. Sebenarnya sudah cukup lama ingin ngulik diskografinya, tapi lupa-lupa melulu kek, nggak dapet mood kek, hingga akhirnya misi tersebut terlaksana sekitar bulan Mei 2018 dan langsung aja dah kejeblos. He's making nice music, I reckon. Suda Masaki, yang sebenernya adalah seorang aktor, sejak tahun 2017 mulai iseng-iseng menjajal dunia tarik suara dan ternyata... he's rather decent??? I am genuinely surprised???? Tipe vokalnya tuh macem mas-mas senpai pujaan yang pas festival sekolah main band di panggung gimnasium.

Lho piye toh iki malah ngebahas musisi laki-laki..
Ayo ndang kembali ke jalan yang benar.

浜崎あゆみ (Hamasaki Ayumi)

It's so freaking tiring stanning Ayu but once you got to know her, you can't help but stan. Debut umur 20 di tahun 1998 lalu popularitasnya naik secara eksplosif hingga sekitar tahun 2008, sebelum mulai meredup dan banyak di-bash antifans kanan-kiri lantaran vokal yang bermasalah. Haduh Mak. Karir Ayu bener-bener penuh gejolak. Kadar dramanya kurang lebih setara, bahkan mungkin lebih, dari Namie Amuro-yang mana bakal disinggung dikit di tulisan ini. To cut all things short: she has serious hearing problems. Telinga kirinya sudah nggak berfungsi total sejak 2008, dan gara-gara itu kualitas vokalnya di penampilan live sangat tidak stabil. Kadang bisa oke, kadang saking berantakannya bisa memicu secondhand embarrassment dan bikin pengin nganterin pulang nyuruh istirahat. Bayangin aja deh demen musisi yang nyaris tuli tapi orangnya nekat maju terus kayak nggak peduli kondisi. You love her and you want her to get some long overdue rest but she keeps marching forward like a mad person (and deep down you somehow feel touched by it). Ini goblok apa dedikasi?? Capek ati anjir.

She penned her own lyrics. Each one. Every one. Lirik lagu-lagu Ayu semuanya ditulis sendiri, yang mana jika diperhatikan baik-baik bakal ketahuan kalau sebenernya karakter Ayu cenderung mirip Haibara Ai di Detektif Conan. Penuh kegelapan. That's probably why I really like her. I love unstable queen. Most of her lyrics are raw feelings and everything feels fahking great. Banyak banget lagu-lagu yang awalnya kerasa "Ah ini bagus ya, hangat kayak orang kasmaran" tapi ternyata supercocok dipakai temen nangis di bawah guyuran shower. Beberapa contoh lirik hasil tangan Ayu nih: "The day when I recall things about you doesn't exist because you never leave my mind" (HANABI), "Loneliness felt when we're together is much painful then the loneliness felt alone" (SURREAL), atau "I was praised 'You're so splendid not to cry', but the more people around me said that, even laughing became painful" (A Song for xx). Gimana nggak baper, Tong??

My personal favorites of Hamasaki Ayumi's truckload releases? Agak susah, namun bisa dibilang favorit selama ini ya Memorial address (2003), (miss)understood (2006), Rock 'n' Roll Circus (2010), dan My Story (2004). M(A)DE IN JAPAN yang muncul tahun 2016 kemarin juga suka banget.

Stream Ayu on Spotify guys!!!!

Kalafina

Bukan pertama kalinya nama Kalafina saya sebut di blog ini. Sekian bulan silam, saya pernah bikin satu postingan khusus Kalafina yang isinya nostalgia perkenalan dan rekomendasi sejumlah lagu bagi para non-fans. Ada pula tulisan ekstatik pasca menyaksikan penampilan mereka di AFAID 2013. Mari tidak berbasa-basi: this group has split up. Udah bubar, mamen. Produser sekaligus penulis lagu-lagu Kalafina, Kajiura Yuki, berseteru dengan manajemen Spacecraft dan memutuskan keluar dari agensi tersebut. Berhubung Wakana, Keiko, dan Hikaru nggak mau menyanyikan lagu orang lain dan yaa.. kalau nggak ada Kajiura Yuki maka Kalafina tidak akan terbentuk, mereka akhirnya memutuskan berpisah jalan. Persis setelah menggelar tur anniversary sepuluh tahun. Taek nggak? Taek bener. Sungguh bedhes. Pil pahit per-fangirling-an, bosquuuuuuue.

Mana belum sempat ngejar konser mereka di Yaban...

Rilisan Kalafina yang jadi longtime treasure masih Seventh Heaven (2009) yang merupakan album debut. Disusul red moon (2010) yang gothic maksimal, lalu album terakhir mereka, far on the water (2015). Oh, album khusus Natal mereka, Winter acoustic: Kalafina with Strings (2016) juga cakep ampun-ampunan. Their harmony is beyond perfect there. Diskografi Kalafina bisa didengarkan via Spotify, jadi jangan lupa mampir ya. Check their live albums too!

Aimer

Perkenalan saya dengan Aimer yaa... kayaknya pas dia debut. In a sea of young female singers with high-pitched, screechy voice appearing here and there, 六等星の夜/Rokutosei no Yoru (2011) sounded like a treat to my ears and I literally went, "NAH GINI KEK!!!" Apalagi selang beberapa bulan kemudian muncullah album perdana Aimer, Sleepless Nights (2012) yang bikin saya yakin telah berada di jalan kebenaran. Sejak saat itu hingga sekarang rilisan demi rilisannya nggak pernah absen saya ikuti. Biarpun mukanya hampir selalu ditutupin rambut di tiap foto. Biarpun ketika konser selalu pakai kacamata berbingkai setebel gaban dan lampu sorot diatur sedemikian rupa agar wajahnya nggak kelihatan jelas.

Bicara album, secara pribadi saya masih menjagokan daydream (2016), yang pada saat postingan ini ditulis, merupakan studio album terbaru dari tangan Aimer. Gila bagus banget dah daydream. It shows how much she matured in the sense of music-making, how she grasped what works for her and what does not. Tapi kalau ngomongin single, atau lagu a la carte alias perintilan, yang kayaknya nggak akan bisa berhenti saya dengarkan adalah Last Stardust (dari album Dawn (2015)) dan Brave Shine (2015) yang cakep banget kalau disetel back-to-back karena emang diciptakan untuk di-medley. Re: I Am (2013) juga jadi lagu langganan tiap ke karaoke. But is Aimer on Spotify? Yep. Go here and you're welcome.


ちゃんみな (Chanmina)

A Japanese female rapper in this list? Seriusan? Iya, serius. 'Chanmina' adalah nama panggung dari Otonomai Mina, cewek kelahiran 1998 yang talentanya bikin geger seluruh Jepang pas nampil di BAZOOKA! KOUKOUSEI RAP SENSHUKEN tahun 2016 silam, sebuah kompetisi rap khusus anak SMA yang disiarkan televisi. Setahun kemudian, sekitar musim panas 2017, Chanmina resmi major debut dengan meluncurkan album 未成年/Miseinen (Underage). As a first-ever release, the content was very interesting. Komposisi musiknya beraneka ragam―bahkan agak terlalu beragam―dan dari segi lirik ternyata kok ya cukup banyak kegelapan. Chanmina bercerita tentang kesulitan berteman, tidak bisa menemukan tempat untuk jadi diri sendiri, dikomentari kanan-kiri oleh orang dewasa, diejek remaja seumurannya karena dianggap aneh lah jelek lah gendut lah... Oh, I feel like being summoned.

Berhubung Chanmina baru punya satu album yakni 未成年/Miseinen (2017), satu EP bertajuk Chocolate (2017), dan sejumlah single seperti PAIN IS BEAUTY (2018) atau kolaborasi dengan Miyavi di No Thanks Ya (2017), maka saya merekomendasikan kalian untuk mendengarkan seluruh diskografinya saja di Spotify. Haha. Mumpung belum banyak-banyak amat.

MISIA

The mother of powerhouse. Hands down. Kacau dah begitu Misia udah nyanyi tuh bulu kuduk suka berdiri dengan sendirinya saking ya emang keren nampol. Lagu-lagunya buanyaaaak bangetttt dipakai jadi soundtrack serial drama, iklan, program televisi, gim, film (belakangan merambah anime juga), termasuk di antaranya Fullmetal Alchemist Live Action (2018) yang berdasarkan opini saya lebih baik film itu dibakar hangus pakai alkimia api Kolonel Roy Mustang. Haduuh tante, kebagusan banget lho film acak-adut gitu dapet lagumu sebagai soundtrack...

Right, recommendations. Misia-newbies pertama-tama wajib kenalan dengan album Marvelous (2001) karena di dalamnya termuat signature song Misia yang superpopuler sampai dibikin versi cover-nya oleh berbagai musisi: Everything. Agak-agak kayak 雪の華/Yuki no Hana punya Nakashima Mika lah, kan sampai ada lagu cover yang versi Mandarin kek, Inggris kek, Korea segala macem juga. Album lainnya yang saya suka: Kiss in the Sky (2002), Just Ballade (2009), dan Love Bebop (2015). Jangan khawatir, tante Misia tersedia laman Spotify-nya di sebelah sini kok.

安室奈美恵 (Amuro Namie)

The queen who just recently retired and left her throne empty. She put behind all those spotlights and drop her microphone with a bang, really. Tiket tur terakhir jadi rebutan, album dan DVD pamungkas laris manis kayak kacang goreng. And she deserves every single enthusiasm. Hampir nggak terdeskripsikan sih seberapa kerennya Amuro Namie ini. Walau badai menghadang kayak apa juga, dia selalu bangkit lagi dan bisa tetap bersinar selama 25 tahun karir. Perjalanannya nggak kalah drama dengan Hamasaki Ayumi; bedanya ya kagak penyakitan aja. Shotgun marriage, dikucilkan keluarga mertua, perceraian, ibunya dibunuh saudara ipar... hadeeeeh. Semoga kini setelah pensiun, Tante Namie bisa menikmati seluruh pundi-pundi uang hasil kerja kerasnya selama ini dengan lebih santai dan damai. Amin.

Her earliest work I fell in love with was Sweet 19 Blues (1996). Man, Body Feels Exit (1996) is THE jam. Setelah itu langsung lompat ke rilisan sepuluh tahun kemudian, Play! (2007) yang jadi album perkenalan saya dengan tante Namie lantaran single Baby Don't Cry (2007), lagu pembuka serial drama Himitsu no Hanazono. Rilisan kesukaan yang lebih baru ada Uncontrolled (2012) yang buagusssssssssss makkkkknyussssss dan _genic (2015). Masalahnya nih.. diskografi Amuro Namie nggak tersedia di Spotify entah gara-gara alasan apa.

Good luck ya guys. This one needs a little hard work to enjoy. But it's really one of the best, so march on.

SCANDAL

Dulu apa ya yang bikin jadi kenal dan suka SCANDAL... Kemungkinan besar sih single 瞬間センチメンタル/Shunkan Sentimental (2010) yang jadi lagu penutup Fullmetal Alchemist: Brotherhood (2009). Dari situ saya ngulik diskografi mereka dan memulai karir sebagai pendengar setia. Terus terang, makin lepas SCANDAL dari imej empat cewek-cewek berkostum seragam, musik mereka tambah asyik disimak. Bukan berarti lagu-lagu sebelumnya nggak oke, kok. Tambah seger aja sekarang kayak seteguk es teh di hari yang panas.

Not-to-missed releases in my book: Temptation Box (2010), Standard (2013), YELLOW (2015). Seperti halnya Amuro Namie, SCANDAL hingga hari ini belum tersedia diskografinya di Spotify. Apaan banget kan... pelit bener nih labelnya.

宇多田 ヒカル (Utada Hikaru)

Bikin tulisan beginian kalau nggak nyebut tante satu ini mendingan nggak usah. Meski nggak pernah bisa paham kenapa penulisan nama beliau pakai huruf katakana, namun lagu-lagu beliau sangat saya pahami popularitasnya. Saya curiga bahwa Hikki the Queen of Hiatus memang superselow dalam perjalanan karir. Sesudah Deep River (2002), rilisan demi rilisannya nongol seenak jidat. Suka-suka gue. Nggak ada jarak yang jelas. Bisa aja selang dua tahun, empat tahun, bahkan delapan tahun baru muncul karya baru. Kagak butuh-butuh amat sama duit apa? But still I love her. Rather than high falsettos, I really adore her when singing in lower register. Probably it's also the reason why her trademark track, First Love (1999) is never my number one song because I never really like its chorus part.

Favorite albums? Let's see.. Berdasarkan urutan rilis ada Deep River (2002), lalu jelas Heart Station (2008) yang menduduki tahta nomor wahid di hati―suka banget banget bangettt sama album ini, saya bela-belain berantem tonjokan-tonjokan deh kalau sampai ada yang bilang "Heart Station biasa aja" di depan muka. Rilisan terbaru Hikki, 初恋/Hatsukoi (2017), juga oke, dan setelah penantian berbulan-bulan album terakhir ini akhirnya masuk ke laman Spotify-nya pada Januari 2019!! Yaaay!!

FictionJunction, a team of Kajiura Yuki's trusted singers

Demikianlah beberapa nama musisi dan penyanyi perempuan Jepang yang diskografinya rutin saya dengarkan. Berbeda dengan versi cowok, saya nggak akan bikin daftar Honorable Mentions lantaran.. takut kebanyakan. Sebab kalau mau terus terang, masih ada FictionJunction―jajaran sejumlah vokalis yang selalu membawakan lagu-lagu Kajiura Yuki di live tour beliau―yang formatnya membuat saya bingung cara menyebutkan lagu apa sebagai rilisan sebelah mana.. akhirnya di-skip total dari daftar pendek ini. YUI, Nishino Kana, JUJU, Koda Kumi, dan sejumlah musisi pun tidak saya paparkan lebih lanjut meski mereka bisa dimasukkan dalam honorable mentions. Nanti kepanjangan... nggak kelar-kelar.

Ceburkan diri kalian dalam skena musik Jejepangan, kawan. Seleb K-pop aja berbondong-bondong nyari duit di Yaban. Jangan malu-malu. Oppa tuh banyak yang wibu.

Happy new year!

z. d. imama