Saya menulis postingan review bebas (major) spoiler ini dengan perasaan gondok. Bukan karena saya baru saja menyaksikan karya jelek, tapi saya kesal bukan main justru karena mempertanyakan kenapa film seasyik ini kalah exposure dengan Train to Busan, yang mana juga saya ulas beberapa bulan lalu. Padahal secara tanggal rilis, I am A Hero keluar lebih dulu. Mungkin masalah kurang promosi worldwide juga sih. Dan sebagai sesama zombie flick dengan latar sentral negara Asia, sulit untuk tidak membandingkan I am A Hero dengan Train to Busan yang memperoleh acknowledgement sebesar itu (bahkan dapat pujian dari Stephen King). And that alone already puts this movie at a disadvantage.
But I have to be fair. I am A Hero offers another Asian version of zombie movie that is really, really fresh, very Japanese, and much LESS STRESSFUL for the audiences than Train to Busan. Some scenes are quite funny, even. Seriously. And I love everything which doesn't make me suffer from stress. Plus, I am A Hero succeeds in making zombies one serious threat, showing―and convincing―us how terrifying they are again.
Saya juga cukup gembira karena minimal dalam I am A Hero tidak ada karakter anak kecil bersuara cempreng nan berisik yang merengek-rengek (disebabkan oleh alasan apa pun). Sumpah saya tidak bisa bersimpati kepada tokoh Su An di film Train to Busan itu. Bawaannya pengin lempar dia keluar gerbong. Go ahead, people. Hate me and judge me.
Poster resmi filmnya.
Protagonis di I am A Hero adalah Suzuki Hideo (diperankan oleh Oizumi Yo), seorang pria berusia pertengahan 30-an yang menyukai komik dan punya cita-cita menjadi komikus terkenal. Masalahnya, naskah-naskah dia belum ada yang tembus serialisasi majalah, meski 15 tahun silam Hideo pernah berhasil meraih Newcomer Award di sebuah kompetisi komik. Sehingga Hideo pun mau tidak mau harus puas menjadi salah seorang anggota tim asisten komikus lain bersama tiga orang kolega. Sambil berusaha tetap optimis, tentu saja. VIVA LA GENERASI OPTIMIS!!
Berhubung penghasilan asisten komikus cenderung pas-pasan, Hideo pun menumpang tinggal di apartemen murah yang disewa pacarnya, Tekko (diperankan oleh Katase Nana), yang mulai tampak jenuh dengan kondisi status quo. Di mata Tekko, Hideo yang 'gitu-gitu melulu dari dulu' makin tidak bisa diharapkan. Walau secara penulisan huruf kanji nama "Hideo" mempunyai makna "pahlawan" alias hero, di dunia nyata dia dipandang tak lebih dari seorang pecundang kebanyakan mimpi. Hobinya doang yang keren: punya hunting rifle beneran sekaligus lisensinya, yang disimpan di dalam lemari tersembunyi. Ada satu kutipan kata-kata Tekko kepada Hideo yang saya suka sekali: "At this point, what you're having is not a dream anymore. It's a delusion!"
Ketika masih mesra.
Life of the proletarians.
Seiring dengan Hideo menjalani hari-hari mediokernya sebagai manusia medioker, the ball of plot rolls forward. Tokyo dijangkiti penyakit misterius yang membuat penderitanya mengalami gejala mirip flu. Namun tak lama berselang, orang-orang yang terjangkit akan bertingkah agresif bahkan menyerang manusia lain. Virus ini―berdasarkan informasi yang menyebar di forum-forum internet―disebut virus ZQN (dibaca "zokyun") dan menular melalui kontaminasi darah. Hideo pun mendapati dirinya harus kabur seorang diri dari zombie outbreak yang sudah tidak lagi terkendali, sebelum akhirnya berpapasan dengan anak SMA bernama Hayakari Hiromi. Mereka pun melarikan diri berdua menuju ke Gunung Fuji, sebab menurut diskusi di forum internet, virus ZQN tidak tahan terhadap hawa dingin.
All hell already broke loose.
Mending ngibrit bersama daripada sebatang kara.
Dalam perjalanannya mencari kitab suci menuju Gunung Fuji, Hideo dan Hiromi bertemu Yabu (diperankan oleh Nagasawa Masami) beserta sekelompok survivor yang bertahan di kompleks taman hiburan sekaligus pusat perbelanjaan Fuji Outlet Park. Meski awalnya senang karena dapat teman, Hideo lama-lama sadar bahwa komunitas survivor ini pun sedang kisruh karena saling berebut komando, dan betapa senapan berburu yang dimilikinya menjadi incaran semua orang. Padahal seumur-umur, hunting rifle itu belum pernah dia tembakkan pelurunya barang sekali pun. You know, Japanese and their strict law on weaponry blah blah blah.
I am A Hero, yang mana diangkat dari komik berjudul sama, disutradarai oleh Sato Shinsuke, seorang veteran dalam membuat adaptasi live action untuk komik genre action. Film Sato sebelumnya yang saya suka banget adalah GANTZ dan Toshokan Sensou. Menurut saya, karya-karya Sato hampir selalu dapet movie experience-nya. I am A Hero pun demikian. Begitu banyaknya film bertema zombie outbreak menyebabkan penonton menyadari bahwa ada semacam formula alias rumus tipikal, tetapi BAGAIMANA rumus-rumus itu digulirkan bersama kisah adalah suatu hal yang menarik untuk disimak. And I am A Hero pulls it off. It has a believable story which won't even care to explain anything that our protagonist doesn't give a damn. The center of the story is crystal clear: Hideo. That's it.
THIS MOVIE IS ALSO A VISUAL FEST. Dear Lord, it is beautiful beyond belief and amazingly scary at the same time. Wide shots bertebaran di mana-mana, dengan puluhan bahkan mungkin ratusan figuran, sehingga memberikan kita sebagai penonton gambaran situasi chaotic yang sangat nyata dan mendetil. It stuns me to no end, how this movie chooses to rely on practical effects instead of CG. When you see a zombie coming, you see a person. It's always someone in (extraordinarily well-done) makeup that looks so real. Nothing feels fake enough to remind your brain that this is only a movie.
Never let your guard down, fellas. Threat comes when it's least expected.
Life lesson learned: DO NOT peek into someone's house when you can't enter.
And have I said that, despite having several funny scenes, I am A Hero is brutal? Let me tell you: IT IS UNFORGIVING. Film ini tidak malu-malu dalam memperlihatkan 'perjuangan' manusia melawan para zombie, dari menggunakan benda tumpul, benda tajam, hingga senjata api. Garang abis. Train to Busan memang lebih memilih fokus pada karakter-karakter manusia (yang masih belum terinfeksi), namun I am A Hero justru tidak enggan memberikan spotlight tersendiri pada zombie-zombie mereka. Sebab setiap zombie tadinya adalah manusia, dan setiap manusia memiliki keunikan tersendiri. And the distinctive nature of each zombies is what makes them so scary.
Walau terus terang saya lumayan bete dengan tokoh Hiromi yang nyaris sepanjang durasi 157 menit jadi constant liabilities instead of support, saya cukup menyukai bagaimana cerita I am A Hero diakhiri. Barangkali kalian akan ada perasaan, "Lah kok udah tamat gini filmnya? Terus gimana?" tetapi saya pikir ending-nya justru masuk akal. Kadang-kadang memang hidup penuh ketidakpastian kok. Hahaha. Barusan semoga bukan numpang curhat, ya.
Our unheroic "hero".
Nilai I am A Hero, menurut saya, adalah 8.8/10. Tolong dimaklumi poinnya tinggi, habis saya suka sekali. Beneran. Barangkali malah lebih suka ini ketimbang Train to Busan (due to major reason mentioned before: nggak ada anak kecilnya). Berhubung I am A Hero nggak dirilis di jaringan bioskop Indonesia, untuk bisa menyaksikan ini kalian harus geledah internet dulu atau ngajak saya ketemuan, traktir makan, lalu kita transaksi data.
Hidup Yapan!
z. d. imama
Kalo mba zulfa ngasih rate 9/10 utk review filmnya, gw jg ngasih 9/10...tapi utk kemiripan sensasi yg gw rasain ketika gw nntn dibandingkan dengan tulisan yg baru gw baca d atas ��
ReplyDeleteWell seharusnya msh ttp jd silent reader kyk di posting2an sblmnya...tapi...
Keep writing things that forced me to type something down here ya mba ��
-Anonymus yg kalo nampilin link blog nya disini bisa malu 7 turunan krna udh 7 taun ga di update-
Anonymous ini misterius amat sik :))
DeleteKamu siapa ih ngaku woy! X'D Nggak banyak orang yang memanggil saya dengan nama "Mbak Zulfa" kecuali beberapa golongan tertentu.. Wah kacau malah jadi kepo hahaha.
Kamu jangan jadi silent reader lah = 3=
Komentar-komentar dari kalian memberiku (yang insekyur ini) motivasi ekstra lho.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTonton gih filmnya. BAGUUUUS. Sebenernya lebih asyik nonton ini kalau ada temennya jadi ada partner buat jerit-jerit atau misuh-misuh atau ngakak-ngakak berjamaah. Cuma kalau ternyata harus nonton sendirian yaa udalahya mungkin emang risiko :)))
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSaya sih ndak suka nonton film horor hehe
ReplyDeleteSaya kalau film horor setan juga nggak doyan sih Mas.. Tapi kalau yang begini jatuhnya lebih ke thriller jadi saya oke-oke saja X'))
DeleteOh jadi filmnya seru ya, udah pernah lihat poster filmnya di tempat streaming, tapi belum ada niat nonton wkwkwkwk karena yang bikin juga buat Gantz, kayaknya bagus buat ditonton :3
ReplyDeleteNice review anyway!
GANTZ BAGUS YHA. Aku juga sampai sekarang masih hobi rewatch itu saking filmnya greget. Untuk cerita agak kedodoran di Perfect Answer tapi yaa masih oke lah. (Ini kenapa malah ngomongin GANTZ...)
DeleteI am A Hero seru kok, Yo. Nonton deh, nanti biar ada yang bisa dibahas kalau kamu main kosanku lagi :)))
Belum nonton. Skip baca postingan ini sampe ntar nonton. :))))
ReplyDeleteok, i judge u and i hate u
ReplyDeletelha iya komentar2nya mana? :o
ReplyDeleteSUBHANALLAH SUDAH BISA BALIK LAGI SEKARANG HAHAHAHA X')))
DeleteTerima kasih Om ganteng, di akhirat nanti aku akan ngotot memperjuangakan bahwasanya bantuan Om berpahala besar bagi saya X'3
wah amin, alhamdulillah XD
Deletetapi sekali lg kalo soal film zombie saya ga ngerti bagusnya dimana coba liat manusia2 tanpa otak nyaris mati namun ngga mati2 berkeliaran dengan tangan lurus ke depan dan hobinya ngegigit orang biar jadi penyakitan juga hahaha #kabur kecuali terkhusus film resident evil, karena ada mb Milla Jovovich utk diplototin #eh :))
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSepertinya ini kunjungan perdana saya yah. Makasih kunjungannya mba.
ReplyDeleteBaru tahu kalau ada film judul ini yang bisa disandingkan dengan Train to Busan, ternyata beneran tidak beredar di Indonesia. Dari spoiler dan reviewnya sepertinya film ini menarik apalagi dengan penegasan ini "Film ini tidak malu-malu dalam memperlihatkan 'perjuangan' manusia melawan para zombie, dari menggunakan benda tumpul, benda tajam, hingga senjata api".
How in the world, I send you FBM about this movie kemudian km udah review tapi aku belom nonton =___=
ReplyDelete