Thursday 1 November 2018

"Rules are made to be broken", says Gintama 2. A rambling review.


I just had to. Beberapa lama tidak ngoceh tentang film yang sedang diputar di bioskop, akhirnya saya putuskan menulis setelah berhadapan dengan Sakata Gintoki dan geng gabutnya semalam. Bless ODEX Indonesia for bringing this 2 hours and 45 minutes of goofball here. Gintama 2: Okite wa Yaburu Tame ni Koso Aru is arguably a notable improvement from the first movie. Far less cringe-worthy scenes; I can only remember one or two. Better paced. Better editing. Hampir tiga jam di dalam studio teater dan sama sekali nggak ada rasa bosen. 

Sebelum saya memuntahkan seluruh gejolak emosi jiwa tanpa struktur, mari kita bahas ringkasan cerita secara umum. Saya janji sebisa mungkin nggak akan ngebeberin spoiler. Penting maupun tidak penting. Oh, ya. Mumpung inget, mau disclaimer dulu: cuplikan gambar-gambar yang terlampir di bawah sumbernya adalah screencaps dari trailer dan promotional artworks Gintama 2 plus sejumlah adegan film perdana ya. 

So, let's start the fangirl rant.

Gintama 2: Okite wa Yaburu Tame ni Koso Aru.



Hidup selow Sakata Gintoki, cewek spesies alien superkuat Kagura, dan part-timer abal-abal Shimura Shinpachi sebagai Yorozuya (Jack-of-All-Trades) kali ini direcoki oleh permasalahan internal yang melanda aparat keamanan Edo, Shinsengumi, sejak kehadiran sesosok prajurit berkarir cemerlang, Ito Kamotaro. Usut punya usut, kisruh tersebut bertalian dengan konspirasi yang menyangkut keamanan serta keselamatan Shogun, dan seperti biasa, geng Yorozuya menemukan diri mereka terlibat dalam pertarungan orang lain.

The movie production team has made adjustments here and there, changing details and sewing parts from various places to build the story. And they've done it well. Not exactly perfect, but still believable. Bahkan saya yang baca manga plus nonton serial animenya secara religius tidak merasa terganggu babar blas dengan sejumlah perubahan yang dibuat. Selain itu, meski kostumnya aneh-aneh dan banyak karakter hadir dengan rambut warna-warni, Gintama mampu membuat penonton melihat tiap tokohnya sebagai individu. Tidak sekadar, "Oh si aktor Anu lagi akting sambil cosplay". Nggak kayak Fullmetal Alchemist live-action yang mending dibakar hangus aja.

Tim produksi Gintama memang keren abis. Mereka paham level kenistaan dan kerecehan lelucon-lelucon di materi asli berupa manga buatan Sorachi Hideaki. They never think about 'smarting things up'. Yet I guess they do learn from the first movie and its feedback; what worked and what didn't quite work. Masih inget betapa kampretnya adegan pembukaan Gintama live-action pertama? Oguri Shun muncul sendokiran sebagai Sakata Gintoki dan namanya ditulis berulang kali dalam berbagai bahasa dengan editing ala kadarnya―yang ternyata opening cut tersebut dibikin Oguri Shun sendiri atas permintaan tim produksi pakai komputer pribadi.




Tenang, kawan-kawan seperwibuanku. Adegan pembuka Gintama 2 tidak kalah menyebalkan. Tetap goblok sejak menit pertama. Barangkali jika diibaratkan... macem solat Idul Fitri atau Idul Adha gitu. Takbiratul ihram-nya banyak. Parodi dan guyonannya pun luar biasa. Gila. Gila. GILA. Kena semua. Nggak yang pop-culture lokal, nggak yang Hollywood, nggak yang tentang para pemerannya sendiri. Ledakan tawa penonton dalam studio nyaris nggak pernah berhenti. Sejak film pertama tuh saya sudah heran. Gimana ceritanya―sekaligus caranya―adegan model begini bisa lolos sensor maupun copyright infringement dan dirilis ke masyarakat umum? 

Kacau bat anjir.

One thing that amazes me the most is the production scale. Kelihatan banget bahwa Gintama memang bukan 'film ngirit'. Mereka berani bikin set skala besar bergelimang figuran demi meyakinkan penonton tentang suasana kehidupan kota Edo, distrik Kabuki. Ikut seneng lah ketika tahu Gintama 2 berhasil dapet keuntungan melampaui 3 milyar yen dalam waktu sebulan pemutaran film.


Pakai stuntman kayak Presiden Jokowi ngga neh he he he ~

Secara umum, Gintama 2: Okite wa Yaburu Tame ni Koso Aru bagi saya meraih predikat cum laude. 3.5 out of 4.00. Great casts. Nggak ada yang jaim sama sekali. Mau didandanin kayak apa, disuruh pasang muka segeblek apa, all of them delivered. Terutama Shogun, yang perjuangannya takkan mudah dilupakan. Convincing sets. Beautiful camera works and editing. Sumpah buanyak banget adegan-adegan cakep yang ketika DVD-nya rilis nanti bakal bikin saya mengalami screenshoot frenzy dan buat folder baru berisi skrinkepan film Gintama 2. Penggunaan CGI pun nggak ganggu-ganggu amat, walau saya masih tetap pada pendirian awal bahwa Jepang jauh lebih oke di wire work ketimbang efek grafis komputer. One more important thing to note: congratulations, Miura Haruma. You've done your redemption here as Ito Kamotaro. Siapa itu Eren Jaeger? Nggak pernah kenal. Cuih.

Jangan salah gaul lagi ya mas, kasihan karirmu.

However, Gintama is not without flaw. What's playing as its key strength, unfortunately, is also its greatest weakness: only those who have enough references and understanding on pop-culture (especially Japanese) can enjoy it best. Selain itu, kalau selera humor si penonton kurang tiarap.. ya mungkin agak sulit kena sih. Mentok-mentok komentar, "Ih ini apaan deh gak jelas amat. Gak nangkep di gue".

Sehingga? Silakan tes kadar kerecehan diri masing-masing dengan menyaksikan Gintama 2: Okite wa Yaburu Tame ni Koso Aru di cabang CGV atau Cinemaxx terdekat... yang memutarkan film ini. Saya aja mau kok misalkan diajak nonton lagi. Asal ditraktir. #Kode.

z. d. imama

5 comments:

  1. Saking lamanya ga liat Miura Haruma, saya sampe hampir loncat pas dia pertama kali muncul wkwk.. Bener-bener sepanjang film dibikin ketawa, dari menit pertama banget, bahkan pas ada scene yang cukup emosional tau-tau dirusak oleh kegoblokan mereka :)) ga nyesel pulang hujan-hujanan demi kebagian nonton di bioskop :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya tuh dilema antara pengin nonton lagi (karena belum puas ketawa ngakak-ngakak gila) tapi nggak mau baper lagi di bagian-bagian yang penting. #Ribet

      Delete
  2. Wih beda nih. Aku baca review yang lain katanya banyak repetisi dari film pertama.

    Memang udah paling bener kalau coba sendiri. -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Justru bingung sih, "repetisi" dari film pertama ini maksudnya apa :)))

      Kalau pemeran kan jelas pakai orang yang sama. Tipe humor, ya iya namanya juga Gintama mah isinya cuma parodi dan situational comedy. CGI dipangkas banget dan menurut saya justru kunci yang bikin jauh lebih bagus ya ini.

      Delete
  3. Aduh aku yang Gintama pertama aja belum nonton. Keknya abis ini wajib nonton secara yang main itu Shun Oguri. :)))

    ReplyDelete