Setelah dua pekan, tiga weekend, dan sekian puluh ribu langkah kaki saya jalani berkat kepelet atlet Asian Games 2018 Jakarta - Palembang rampung, akhirnya datang juga season two dari perhelatan internasional khusus negara-negara Asia tersebut: Asian Para Games 2018 Jakarta. Yap. Kali ini, Palembang nggak ikut jadi tuan rumah lagi lantaran waktu penyelenggaraan yang lebih singkat dan cabang olah raga yang dipertandingkan juga lebih sedikit. Selidik punya selidik, rupanya kompetisi ini hanya pernah diadakan dua kali sebelumnya. Jadi, acara di Jakarta ini ya Asian Para Games edisi ketiga. Masih seumur jagung kiprahnya. Thanks, Wikipedia. Kau sungguh RPUL kekinian.
Meski rada-rada nggak ikhlas melepaskan Bhin Bhin, Atung, dan Kaka, saya harus legowo dan menerima bahwa yang bertugas sebagai maskot acara Asian Para Games 2018 bukan lagi trio Kwek-Kwek binatang unyu tersebut, melainkan sesosok elang bondol bernama Momo. Berbeda dengan para maskot Asian Games yang penamaannya diambil dari slogan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, panggilan Momo berasal dari singkatan "Motivation & Mobility". Lebih keminggris, saudara-saudara. Para atlet serta pemirsa internasional tidak perlu mbukak laman Wikipedia untuk nyari tahu apa itu makna dari Bhinneka Tunggal Ika, sebagaimana yang mungkin mereka lakukan saat membaca riwayat penamaan Bhin Bhin, Atung, dan Kaka.
Beginilah wujud Momo:
Astaghfirullah. Salah upload. Sebagaimana yang kita tahu, gambar di atas itu Drawa, mantan maskot Asian Games 2018 sebelum dilengserkan oleh Bhin Bhin, Atung, dan Kaka lantaran menerima banyak ugly-shaming kritik pedas dari kalangan masyarakat. Menurut legenda sih desain karakternya mengacu pada burung Cenderawasih, namun saya tidak akan menyalahkan apabila ada yang salah sangka dan berpendapat lain. Bahkan Drawa bisa dikatakan sebagai Momo versi pre-debut, saking tidak kentaranya manifestasi spesies Cenderawasih dalam desain.
That being said... here is the REAL Momo:
Not bad, huh? Go, Momo!
Asian Para Games hanya mempertandingkan 18 cabang olahraga yang digelar dalam waktu sepekan. Tepatnya 6 - 13 Oktober 2018. Cukup singkat. Namun rupanya tidak bebas drama. Ya nasib. Keluhan pertama saya selaku penonton adalah jarak penjualan tiket pertandingan yang terlalu mepet dari hari pelaksanaan. Ngerti sih, mungkin INAPGOC cukup diguncang trauma dengan tragedi KiosTix yang bikin netizen ngamuk bukan kepalang pada INASGOC, lalu mereka enggan merilis apa pun sebelum sistem ticketing dan keputusan benar-benar siap. Tapi mbok jangan lantas nunggu H-2 acara baru ngeluarin tiket, Maliiiin! Pensi SMA aja nggak sedadakan ini kok ngejual tiketnya.
Anyway, after a rather fierce online battle, I managed to get my share. Sebagai pengganti tiket Opening Ceremony yang tidak berhasil didapatkan―karena tidak cukup uang, bukan gara-gara tidak dapat slot―akhirnya saya putuskan datang menyaksikan pertandingan preliminary Wheelchair Basketball yang kebetulan sudah dimulai sejak Sabtu, 6 Oktober 2018 pagi hari. Sebelum Asian Para Games 2018 resmi dibuka oleh Bapak Sejuta Umat, Presiden Joko Widodo. Berasa nonton bioskop premiere. Hehehe. Hehe. He.
Sepanjang Asian Para Games 2018 berlangsung, cuaca selalu cerah. Agak terlalu cerah, malah. Matahari bersinar superterik. Brightness on steroid; full blast. Terus terang sebagai warga negara tuan rumah saya bersyukur. Hamdalah, ora udan babar blas. Nggak kebayang apa kabar booth-booth makanan dan area terbuka di festival Asian Para Games apabila keguyur hujan deras. Pasti keos. Kayak menjelang penutupan Asian Games 2018 lalu. Namun selaku manusia biasa di negara tropis yang sehari-harinya kenyang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, hati saya bengak-bengok, melolong nestapa. "GUSTIIII WIS SASI OKTOBER KOK SRENGENGE IJIK MLETHEK TERUS NGENE KI PIYE?? NGENE IKI DAMPAK GLOBAL WARMING, YAA RABBI??"
*Menggelonggong diri dengan air minum Prim-a.*
(Maklum, sponsor. Cuma merek ini yang dijual di lokasi.)
Berada di tribun dan menyaksikan pertandingan demi pertandingan Asian Para Games 2018 memberikan saya banyak pengetahuan baru. Terutama mengenai perubahan serta penyesuaian aturan-aturan olahraga agar bisa mengakomodasi atlet-atlet yang berlaga. Sebelum menghadiri Asian Para Games, saya hanya mengenal gambaran umum tentang Wheelchair Basketball, berkat serial komik karya Inoue Takehiko, REAL. Apa itu Boccia, Para Athletic, Sitting Volleyball, serta beraneka cabang olahraga unik lainnya baru saya ketahui dan saksikan dengan mata kepala sendiri di event akbar ini. Very educational. Walau sempat ada curhatan di internet tentang sepinya suporter pada beberapa hari awal (yang tidak bisa saya bantah lantaran saat nonton Sitting Volleyball di hari Minggu, 7 Oktober 2018 tuh penontonnya sampai harus dimobilisasi ke satu sisi tribun saja supaya bisa ngumpul dan kamera cukup tinggal diarahkan ke sana), syukurlah paruh akhir Asian Para Games 2018, khususnya partai final, jumlah penonton naik cukup drastis.
Terima kasih, Asian Para Games 2018. Meski agak terlalu cepat berlalu, kehadiranmu telah menyumbang banyak memori penting dalam hidup saya yang semenjana ini. Terima kasih atas oleh-oleh suara serak gara-gara terlalu banyak bersorak dan tertawa. Terima kasih untuk total step counts di aplikasi Pedometer dalam ponsel saya yang angkanya sukses melonjak tidak karuan; jalan keliling GBK memang tidak bisa diremehkan. Terima kasih sudah memberi saya kesempatan berkumpul dengan teman-teman, menghabiskan hari bersama-sama sejak pagi hingga malam. Thank you for every piece of precious memories, every second I spent feeling genuinely happy. I'm also feeling extremely grateful, that your existence has given me enough confidence to take many new pictures―something that I rarely do (but I will try to practice more this year).
Anyway, after a rather fierce online battle, I managed to get my share. Sebagai pengganti tiket Opening Ceremony yang tidak berhasil didapatkan―karena tidak cukup uang, bukan gara-gara tidak dapat slot―akhirnya saya putuskan datang menyaksikan pertandingan preliminary Wheelchair Basketball yang kebetulan sudah dimulai sejak Sabtu, 6 Oktober 2018 pagi hari. Sebelum Asian Para Games 2018 resmi dibuka oleh Bapak Sejuta Umat, Presiden Joko Widodo. Berasa nonton bioskop premiere. Hehehe. Hehe. He.
Huruf S-nya ketutupan dan saya tidak berniat memotret ulang lantaran cuaca puanassss!
Sepanjang Asian Para Games 2018 berlangsung, cuaca selalu cerah. Agak terlalu cerah, malah. Matahari bersinar superterik. Brightness on steroid; full blast. Terus terang sebagai warga negara tuan rumah saya bersyukur. Hamdalah, ora udan babar blas. Nggak kebayang apa kabar booth-booth makanan dan area terbuka di festival Asian Para Games apabila keguyur hujan deras. Pasti keos. Kayak menjelang penutupan Asian Games 2018 lalu. Namun selaku manusia biasa di negara tropis yang sehari-harinya kenyang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, hati saya bengak-bengok, melolong nestapa. "GUSTIIII WIS SASI OKTOBER KOK SRENGENGE IJIK MLETHEK TERUS NGENE KI PIYE?? NGENE IKI DAMPAK GLOBAL WARMING, YAA RABBI??"
*Menggelonggong diri dengan air minum Prim-a.*
(Maklum, sponsor. Cuma merek ini yang dijual di lokasi.)
Berada di tribun dan menyaksikan pertandingan demi pertandingan Asian Para Games 2018 memberikan saya banyak pengetahuan baru. Terutama mengenai perubahan serta penyesuaian aturan-aturan olahraga agar bisa mengakomodasi atlet-atlet yang berlaga. Sebelum menghadiri Asian Para Games, saya hanya mengenal gambaran umum tentang Wheelchair Basketball, berkat serial komik karya Inoue Takehiko, REAL. Apa itu Boccia, Para Athletic, Sitting Volleyball, serta beraneka cabang olahraga unik lainnya baru saya ketahui dan saksikan dengan mata kepala sendiri di event akbar ini. Very educational. Walau sempat ada curhatan di internet tentang sepinya suporter pada beberapa hari awal (yang tidak bisa saya bantah lantaran saat nonton Sitting Volleyball di hari Minggu, 7 Oktober 2018 tuh penontonnya sampai harus dimobilisasi ke satu sisi tribun saja supaya bisa ngumpul dan kamera cukup tinggal diarahkan ke sana), syukurlah paruh akhir Asian Para Games 2018, khususnya partai final, jumlah penonton naik cukup drastis.
Final Match Wheelchair Basketball: Japan vs Iran. FULL HOUSE!
Terima kasih, Asian Para Games 2018. Meski agak terlalu cepat berlalu, kehadiranmu telah menyumbang banyak memori penting dalam hidup saya yang semenjana ini. Terima kasih atas oleh-oleh suara serak gara-gara terlalu banyak bersorak dan tertawa. Terima kasih untuk total step counts di aplikasi Pedometer dalam ponsel saya yang angkanya sukses melonjak tidak karuan; jalan keliling GBK memang tidak bisa diremehkan. Terima kasih sudah memberi saya kesempatan berkumpul dengan teman-teman, menghabiskan hari bersama-sama sejak pagi hingga malam. Thank you for every piece of precious memories, every second I spent feeling genuinely happy. I'm also feeling extremely grateful, that your existence has given me enough confidence to take many new pictures―something that I rarely do (but I will try to practice more this year).
Memegang teguh prinsip "Apa pun pertandingannya, bawa atribut Indonesia".
Penonton figuran siap melawan hawa nafsu panas negeri khatulistiwa.
And you've done incredibly well, Momo. Tugasmu telah usai. Sekarang kamu sudah bisa bebas bermain-main bersama Bhin Bhin, Atung, dan Kaka dengan riang gembira, berlarian riang dalam ingatan kami semua. Bisa lah ajak-ajak Drawa sekalian, kasihan dia dianaktirikan melulu. Sampai jumpa lagi suatu hari nanti.
z. d. imama
*P.S.: Ngomong-ngomong, dari sekian varian merchandise resmi Asian Para Games 2018 yang dijual di GBK, kalian beli yang mana saja? Sandal jepit? Notebook? Flashdrive 4GB? Mug keramik? Atau yang lainnya? Sini dong saya diberitahu...
Boneka Momo versi Angry Bird kawaii dan macho.
Sesekali punya sendal jepit yang bukan Swallow oke juga kan? Notebook-nya buat nyatet dosa.
Ingin menatap tubir di internet sambil menyeruput teh dari mug merchandise Asian Para Games.
wuah boneka nya beda banget dengan 2D versionnya ya
ReplyDeleteVersi plushie-nya Momo jauh lebih buluan X"))))
DeletePenjualan tiket yang mepet? Kasihan juga ya? Saya tidak menonton, karena minimnya informasi, walau sebenarnya saya juga masih didalam kota jakarta itu sendiri.
ReplyDeleteSayangnya Para games gak mengikutkan e-sport, kayak asian games walaupun cuma eksebisi tapi cukup bikin greng padahal.
ReplyDeleteBtw itu foto jadi lucu banget tauk.. "pirit of asia"
...A-asalkan keberadaan saya tidak dibaca sebagai "Ce" (mentang-mentang perempuan) saja. Nanti jadi "Cepirit of Asia". *ngumpet di bunker bawah tanah, takut kena ciduk penistaan negara*
Deletejrieeet.. ngakak guling2 an :D
Delete