Friday 18 November 2016

Ie Uru Onna: because your home is my business


Rumah. Suatu aset yang―katanya orang-orang tua―nggak bisa dibeli generali millennials apalagi Z gara-gara mereka kebanyakan jajan kopi mahal lima puluh ribuan. Padahal nggak beli kopi pun tetep aja harga rumah di luar kemampuan beli lha wong gaji cuma selemparan kolor. Tapi ya sudahlah ya. Jaman orang-orang tua kan sawah berlimpah, tetangga juga dikit, makanya mereka berlomba-lomba beli tanah dan memperbanyak anak. Eh ini ngomongin apa, sih?

Mari kembali ke jalan yang benar. 

Salah satu drama musim gugur 2016 yang menggelitik keingintahuan saya adalah Ie Uru Onna (terjemahan bahasa Inggris harfiah: House-selling Lady), yang mana judul versi Inggris-nya berubah menjadi Your Home is My Business. Walau saya hampir tidak menonton serial ini karena judulnya yang agak-agak terlalu a la kadarnya dan kurang intriguing, begitu melihat jajaran pemain yang kebetulan banyak di antara mereka masuk favorite list pribadi, langsung deh disambar.


Opening sequence yang menampilkan Kitagawa Keiko sebagai tokoh utama, the house-selling lady, Sangenya Machidibaca san-gen-ya, bukan sang-enya, apalagi sange-nya―dengan penuh wibawa dan elegan membuat saya berpikir, "Oh drama profesi ya. Mungkin ceritanya agak-agak serius". Dugaan saya, episode demi episode sepanjang seri drama ini akan mengisahkan seorang agen properti dengan berbagai kelihaian dan kemampuan untuk menjual hunian kepada klien-klien yang ditemuinya. Well, I am not wrong. At least not completely. Sangenya Machi is portrayed as indeed a very capable and professional real estate agent.

But never once did I expect the comedy.

Setelah penetapan Tokyo Olympics 2020, dikisahkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan bisnis real estate naik drastis. Salah satu perusahaan yang turut berkecimpung dalam perhelatan itu adalah Teiko Real Estate, dan sebuah kantor cabang mereka di Shinjuku kedatangan kepala bagian marketing baru. Siapa lagi jika bukan Sangenya Machi. Kehadiran perdana Machi di kantor Teiko Real Estate cabang Shinjuku yang digambarkan seolah-olah dia adalah malaikat penyelamat, lengkap dengan sinar matahari menyinari dari belakang punggung sudah bikin saya kebingungan. Adegannya kok cheesy amat? If this is going to be a serious drama, that scene is absolutely out of place and messing with the vibe. 



Ketika Sangenya Machi mulai memperkenalkan diri pada rekan-rekan kerja barunya, kecurigaan saya makin diperkuat dengan cara bicara yang kaku. Mirip robot. Atau tentara. That's... weird, right? Bahkan tanpa tedeng aling-aling, Machi segera menunjukkan ketidakbergunaan salah satu kolega, Shirasu Mika (diperankan Imoto Ayako), yang semenjak mulai bekerja memang belum pernah berhasil menjual satu properti pun. Whoa, I didn't expect this. My prejudice that this drama is going to be serious and heavy started to crumble. But what got me the first laughter and blurted, "Anjeeeer!" to my laptop screen was when Machi snatches an old property that's supposed to be everyone's responsibility to sell (because it was rather an unconventional and difficult to advertise). And with full determination, ultra-serious face, and wide eyes, she speaks in front of her colleagues:


Kampret. Ngakak malem-malem kenceng banget. And that doesn't stop there. Agar Shirasu Mika punya kontribusi terhadap Teiko Real Estate, Machi dengan ketegasan yang bleber-bleber ke mana-mana dan bikin takut semua orang memplester signboard ke tubuh Shirasu Mika, kemudian menyuruhnya berdiri membagikan selebaran di depan stasiun. Semacam sandwich girl, gitu. Belum sempat saya pulih dari tawa sebelumnya, tiba-tiba saya dikejutkan seruan Machi kepada kolega-koleganya yang malas-malasan mencari klien.


Taek. The "Go!" is the main highlight in this series. Setiap kali Machi menyerukan kalimat itu, selalu ada efek hembusan angin menyibakkan rambut, super close-up shot, dan BGM tersendiri yang nggak akan saya ceritakan di sini agar tetap jadi surprise point. Sumpah ya. Sangenya Machi sangat tidak kenal ampun dan brutal terhadap rekan-rekan kerja dan bawahan-bawahannya. She even doesn't take any advice from her boss, the poor and lacking charisma Head of Branch Yashiro DaiThe ruthlessness comes off almost like a military soldier. Seriously. I can totally imagine it: Kitagawa Keiko as Sangenya Machi putting on a uniform and voila!

Tetapi tidak semua orang jadi korban perintah-perintah Machi. Adachi Satoshi (dibawakan dengan sangat nauzubilah gemes oleh forever youthful Chiba Yudai), salesman terbaik Teiko Real Estate merasa adanya rivalry tersendiri. Maklum, sebelum Machi hadir ke tengah-tengah mereka, Adachi merupakan satu-satunya orang dengan penjualan tertinggi. Interaksi antara Machi dengan Niwano Seiji (Kudo Asuka, mas-mas penuh pesona a la Karang Taruna) yang awkward tapi punya semangat tinggi juga termasuk hal yang menyenangkan untuk disimak.


Adachi yang bete.


Adachi dan Niwano menggunjingkan Machi di dalam lift dan bar sepulang kerja.

Ie Uru Onna dengan mudah merebut hati saya. Bagaimana Machi menghadapi klien-kliennya, tindakan-tindakan out of the box yang dia lakukan untuk menangani kemalasan Shirasu Mika serta sikap ogah-ogahan beberapa kolega lain menjadi poin utama yang tidak membosankan. The awesome "Go!" is a delightful cherry on top. I've seen many Japanese drama with eccentric main characters, and Ie Uru Onna is arguably one of the most memorable and likable. It doesn't take itself too seriously, yet it doesn't abandon the human side of those people involved. Someone could just call it a comedy masterpiece and I won't even complain.

Penasaran, deh. Kitagawa Keiko ngakak sendiri karena kelakuan karakter yang dia perankan nggak ya saat syuting?

z. d. imama

No comments:

Post a Comment