Monday 18 March 2019

Sunday Out: MRT Jakarta Trial Run for Public and Other Things


Akhir pekan lalu, saya memutuskan tidak menghabiskan waktu di kamar, berkutat dengan download-an film, drama, reality show, atau baca buku di atas tempat tidur sepanjang hari. Setelah lima hari kerja yang melelahkan, mood saya menuntut diri untuk berkeliaran di jalanan dan bertemu sinar matahari. Kebetulan, MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu) Jakarta sudah memasuki fase uji coba publik. GOD, FINALLY! Sebagai self-proclaimed public transportation enthusiast sekaligus orang yang dulu selalu frustrasi dengan kondisi trotoar jalanan yang tak henti-hentinya menyerupai area halang-rintang semasa pembangunan stasiun, tentu saja saya tidak mau melewatkan kesempatan menjajal moda transportasi umum terbaru ibukota negeri ini sebelum resmi beroperasi. Secara sewenang-wenang, saya menyeret sesosok teman yang namanya enggan dipublikasikan―bohong ding, orang itu adalah mas Eron (yang sebelumnya telah berjasa besar dalam mengajak saya main ke kafe kucing sekaligus memotretkan sejumlah foto)―untuk ikut naik MRT bareng-bareng. Bukannya tidak mau pergi sendirian, tetapi lebih karena butuh seseorang yang bisa dipercaya untuk membangunkan saya.

I don't trust myself to give up sleeping on weekend mornings.
Not at all.

Supaya matahari belum terlalu terik, kami sengaja memilih jendela keberangkatan paling awal. Mulai pukul delapan hingga sepuluh pagi. Orang-orang masih asyik beraktivitas di CFD atau yaa belum bangun aja. Pemberangkatan uji coba terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing berdurasi 120 menit: 08:00, 10:00, 12:00, 14:00, dan 16:00. Sebelum masuk peron, petugas membagikan stiker partisipasi yang perlu ditempel ke baju sebagai tanda identifikasi kepada penumpang. Berhubung gerbang otomatis juga belum berfungsi, pengguna MRT bebas keluar-masuk stasiun, keliling-keliling, lalu masuk gerbong kereta lagi untuk pindah lokasi. Rute fase pertama MRT Jakarta mencakup Lebak Bulus - Bundaran HI, dan melewati sejumlah wilayah yang selama ini jarang saya jelajahi seperti Fatmawati. Yay! Mulai sekarang bakal bisa lebih sering kelayapan!

Stasiun Blok M, salah satu stasiun MRT yang nggak terletak di bawah tanah dan justru nangkring di atas.
(Original source for picture above (and opening banner): Ridu's Twitter thread)

Warga negara yang tertib haruslah menunggu kereta di area semestinya.

Proses partisipasi Trial Run for Public MRT Jakarta mudah sekali. Cukup mendaftar ke situs Ayo Coba MRT Jakarta yang terintegrasi dengan laman Bukalapak, isi data diri di kolom yang tertera, lalu tunjukkan QR code yang diterima ke petugas stasiun saat hari uji coba yang dipilih untuk pemindaian. Gitu doang! Mula-mula trial run hanya berlangsung tanggal 12-17 Maret 2019, namun kemudian muncul pengumuman yang menyatakan periode tersebut bakal diperpanjang sepekan. Cek cuitan dari akun resmi MRT Jakarta di bawah ini, deh.


Pekan uji coba publik banyak dimanfaatkan orang-orang berfoto-foto, vlogging, bahkan liputan acara televisi. Termasuk saya. Nggak apa-apa, kok. Boleh-boleh aja. Asalkan tidak merusak fasilitas umum atau mengganggu dan menghalangi fungsi asli. Jangan kayak... (should I say it???) warga masyarakat di sepanjang jembatan penyeberangan orang Gelora Bung Karno dan Bundaran Senayan, dong (oh yess there I said it). Sejepret-dua jepret buat konten media sosial sih nggak masalah ya, tapi tolonglah snap-and-go gitu. Lah manusia-manusia kerasukan demit Instagram yang jumlahnya banyak banget ini justru NONGKRONG. Di sepanjang jembatan penyeberangan. Nggak jarang mereka bergerombol, memenuhi sisi tepi, bawa tripod yang diletakkan di tengah-tengah segala. Padahal saat itu jam-jam orang beraktivitas dan lalu-lalang di jembatan. SAMLEKOM SATPOL PP SAYA SUMBANG GAYUNG YHA ITU TOLONG DICIDUK.

Malah jadi curhat JPO baru, kan.

Stiker partisipasi uji coba versi baru. Periodenya sudah diperpanjang.

Anyway. Kondisi stasiun-stasiun MRT sangat menyenangkan. Banyak garis-garis bantu, peta rute, jam, eskalator, elevator lansia dan difabel, papan pengumuman dengan running text... hampir lengkap. Cuma kurang pengadaan tempat sampah. Mungkin memang belum tersedia lantaran masih trial run, tapi berhubung sudah melibatkan publik mbok ya buruan dikasih. Daripada orang-orang buang sampah sembarangan loh. Bahkan saya kemarin sudah sempat beberapa kali memunguti bungkus permen yang dilempar orang lain ke lantai lantaran tidak tersedia kotak sampah. Ntar lama-lama nongol plastik es teh, kertas gorengan, kondom bekas, surat suara pemilihan presiden, entah apa lagi.

Papan penjelasan rute jalur MRT dan daftar perhentian.

Last (and first) stop: Stasiun Lebak Bulus.

Oke. Saya punya pertanyaan akbar. Is "Terminated at this station" valid?? Is that legit? Terus terang, saya bukan orang yang sudah pernah melanglang buana ke berbagai negara di seluruh belahan dunia, namun sejauh pengetahuan saya yang terbatas ini, "This is the end of the line" atau "Last station" adalah terminologi paling familier. "Terminated at this station" sounds as awkward as long-distance train announcement that says "We will get you off" every single time it makes a stop somewhere. Please, please, please. Enlighten me. Barangkali saya aja yang rada bego dan kurang berwawasan.

Penampakan dalam gerbong MRT bisa dibilang sama seperti Commuter Line Jabodetabek. Bedanya, bangku-bangku yang berjajar di kedua sisi terbuat dari plastik. Barangkali agar lebih praktis dan mudah dibersihkan jika kotor seiring penggunaan. Saya sangat menyukai momen habis-gelap-terbitlah-terang saat MRT melesat keluar dari lorong bawah tanah setelah stasiun Sisingamangaraga (ASEAN) menuju stasiun Blok M. Asli kece bener.

I truly wish that everyone will use MRT more. Even after the trial period is long over. This is another nice step towards development. Make use of mass transportation like train and bus instead of personal vehicles. Walk more. Keep the environment clean. Preserve and take care public facilities together. I wholeheartedly want us all to pull this off.

Mandatory "looking out of the window" pose.

Meski suasana gerbong sepi, tetap duduk di posisi favorit: pojokan.

CAPTAIN M... RT. No no no stay where you are, I'll show myself out.

Setelah dua jam berlalu dan puas naik-turun kereta di berbagai stasiun, petualangan menjajal MRT diakhiri di Stasiun Istora Mandiri, Senayan, lantaran akan meneruskan petualangan ke Festival Jajanan Bango 2019 yang digelar 16-17 Maret 2019 lalu di Lapangan Parkir Squash Stadium, Gelora Bung Karno. RAME BANGET SUMPAH. Pesta rakyat through and through. Sistem masuk area festival sudah terbagi dua, yakni registrasi di lokasi dan online. Barangkali karena acara ini terbilang sudah cukup veteran, tidak ada hambatan berarti yang terjadi biarpun suasananya benar-benar lautan manusia. Setiap pengunjung dapat gelang kertas yang bisa dipakai keluar-masuk area selama dua hari (asalkan nggak sobek atau hilang) dan kartu pengumpul stempel. Setiap transaksi pembelian di kios FJB dapat satu stempel―idealnya, biarpun kadang-kadang ada yang berbaik hati ngasih bonus―yang mana bisa ditukarkan dengan merchandise khusus setelah mencapai jumlah tertentu.

Memotret langit lantaran daratan dipadati oleh umat.

Merchandise khusus tersebut berupa... KECAP.
Believe me, that is real. I speak truth only.

Festival Jajanan Bango memang diperuntukkan bagi mereka yang ingin berburu aneka kuliner dalam negeri tanpa perlu jalan-jalan jauh. Makanan khas Semarang sampai Sulawesi ada semua di sana. Saking tingginya animo masyarakat, rasa-rasanya tengsin sendiri kalau nggak mengunyah dan hanya sekadar duduk-duduk santai, sementara hampir semua orang yang lewat di hadapan mata sibuk celingukan mencari kursi kosong dengan piring di tangan. Alhasil begitu perut kenyang, saya memutuskan bersantai di area Go-Food Festival saja. Sekaligus nyari kucing-kucing liar.

Tampang makhluk yang sudah kenyang.

Terima kasih banyak mas Eron, atas kesediaan dan kepasrahan hati untuk saya seret menemani berkeliaran sepanjang hari. Berpanas-panasan. Berdesak-desakan. Berjamaah kekenyangan. Terima kasih juga atas dokumentasi dan foto-foto yang―secara ajaib―saya tidak tampak seperti dugong terdampar. Selain itu, ini kali pertama saya tahu bahwa ternyata ada orang yang bilang bacang Ny. Lena "nggak enak". Tetapi buat apa marah-marah disebabkan perbedaan selera lidah? Lebih baik saya ambil dan makan bacangnya sampai habis. Damai dan anti-mubazir. Mantep, kan.

z. d. imama

*P.S.: BY THE WAY GUYS, GUYS, GO-FOOD FESTIVAL GELORA BUNG KARNO SEKARANG SEPI BANGETTT. UDAH LEBIH DARI SETENGAH KIOSNYA KOSONG YAMPUN NGELIATNYA AJA AUTO-BAPER.

6 comments:

  1. Replies
    1. Di sini ninggalin komentar cemberut, di sana ngakunya "hepi". Gimana sih yang konsisten donggggg kayak si atlet tunggal cabor meledakkan diri itu

      Delete
  2. Baru mau tanya siapa yang potoin sepanjang hari. :)))

    Btw foto-fotonya baguuuus. Eh iya, itu rambutnya dikuncir yak?

    ReplyDelete
  3. Aku percaya kalo transportasi publik PASTI dipake dan kepake; itu Commuter Line, waktu ganti konsep dari KRL yang sampe kambing aja bisa masuk gerbong, banyak yang misuh-misuh ga bakal mau pake Commuter Line. Tetep aja gw kaya pepes lagi takbir sepanjang BSD - Palmerah.

    Gw ngeliatnya gini:

    Transportasi publik pasti kepake dan selalu ada yang butuh. Cuma perbandingan jumlah armada dan jumlah pengguna itu jomplang banget. Kalo transportasi publik ga ada yang pake, selama gw masih rutin BSD - Palmerah, bisa salto di dalam gerbong kereta itu harusnya ��

    Harapannya sih, jumlah armada diperbanyak (YAK ADA AMIIIINNNN?) Secara frekuensi juga ditingkatkan. Kalo kualitas dan perawatan... Yaaa, Bismillah, semoga para pengguna juga makin sadar. Eh tapi Commuter Line oke juga kok kebersihannya ��

    ReplyDelete
  4. AC-nya adem bener gak? Huhuhuhu...

    ReplyDelete
  5. Zi. lah ini blogmu alamatnya baru ya? pantesan kok ga apdet2 di feedlyku XD
    lah padahal tgl segitu aku jg pas di Jkt, mau nyoba MRT tp ga kesampaian, ga kemana2 euy, next time deh hehe

    ReplyDelete