Wednesday 27 February 2019

On 'serious relationship'.


Saya paham bahwa hal yang saklek sama tidak dapat dipaksa diberlakukan bagi semua umat manusia di muka bumi, namun secara pribadi, saya selalu membutuhkan sejarah, data-data interaksi yang terkumpul seiring berjalannya waktu sebagai bukti dan argumen pendukung, ketika ada seseorang berkata, "Aku mau menjalin hubungan serius sama kamu". Hell, I'm really the last person on earth to idolize classic Disney princesses, ain't I. Ngobrol di restoran selama satu atau dua jam dalam jumlah yang masih bisa dihitung dengan jari sebelah tangan, chat yang isinya tidak keluar dari basa-basi tentang sudah makan apa belum, dan terjadi hanya dalam hitungan hari atau pekan, tidak akan bisa jadi pondasi yang mumpuni bagi saya. Secara membabi-buta memaksakan untuk bersama-sama dalam 'hubungan serius', ketika masing-masing masih belum cukup mengenal satu sama lain, bagi saya sangat tidak masuk akal.

"Is it me that you like, or is it the fantasy of my personalities and characters you made up by yourself inside your head?"


Apalagi jika ternyata selama interaksi terbatas itu, nyaris tidak ada persamaan yang ditemukan. Baik itu perspektif terhadap sebuah isu―otonomi perempuan, misalnya―atau sekadar hobi. Apa kabar jika ada pihak yang gemar menikmati K-pop dan satunya diam-diam merutuki "Demen kok sama plastik"? Males, kan.

I've said this here before and I'll state it again: sure opposites attract, and to live with another person means you need to compensate things and cooperate, but if there is really no shared interests to do and explore together, no exciting variations to introduce to one another, and silence does not even feel comfortable enough, then what are you gonna do? What are you going to do when things that you are passionate about are polar opposites? When you are a hardworking person who enjoys to contribute to capitalism be financially independent and the other party inwardly wants you to just stay at home regardless of reasons?

'Hubungan serius' tuh apa sih, sebenernya?


Sebagai manusia yang menganggap serius segala hal (serius bersenang-senang, serius berteman, serius bersedih, serius suka sama orang, serius baper terhadap tokoh-tokoh dalam kisah fiksi yang saya baca), saya lebih banyak nggak paham dengan apa yang dimaksud 'hubungan serius' ini. Sempat pula menuliskan uneg-uneg kekesalan tentang stereotipe dan stigma keseriusan yang dipahami masyarakat umum, dua tahun silam. Saya berpendapat bahwa ketika seseorang benar-benar bisa bersikap natural di hadapan orang lain, secara sukarela memperlihatkan sisi sensitif mereka, berani membicarakan hal-hal yang mereka takutkan, maka saat itulah relasi intrapersonalnya bisa digolongkan dalam 'hubungan serius'. Ada tingkat kenyamanan dan kepercayaan tertentu yang sudah tumbuh seiring waktu, disebabkan dan dipupuk oleh kualitas interaksi antarindividu. You can be vulnerable around another human being. Talk about simple, silly things. Silence is also welcomed. Be it friendship, or romantic relationship, you don't have to worry about almost anything. Your guard doesn't need to be up at all times. And such thing takes time.

Which reminds me...


Saya kurang yakin adakah padanan kata untuk 'personal guard' dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk konteks ini. Mungkin yang paling mendekati adalah: jaga jarak. Terhadap orang-orang baru, terlebih apabila saya mendapati adanya detil-detil yang dirasa tidak menimbulkan kenyamanan diri, saya selalu menjaga jarak tertentu. Baik fisik maupun psikologis. 'Benteng pertahanan' tersebut bisa hilang, sekaligus bisa jadi makin tebal. Ujung-ujungnya balik lagi ke bagaimana interaksi dan hubungan intrapersonalnya berkembang.

It's no longer than a while ago that someone told me:

"I'd like you to lower down your personal guard around me."


Not verbatim per se, but that was the gist of it. And I just blinked in disbelief. I was baffled to no end ReallyMy mechanism does not work that way. Hell, I wonder if there is someone's which does. But to me, your personal guard does not get lowered because someone else tells you to. YOU DECIDE. You are in charge. You are the one who knows if the other party causes you to keep on guard or not―sometimes you mistrust a person and shit happens anyway, but despite everything, it's still your own call.

Terdengar dan terasa absurd, jika orang baru yang bahkan saya saja belum mampu membuka diri sepenuhnya, menyatakan berkeinginan menjalin 'hubungan serius', dan oleh karena itu saya perlu mengurangi jarak yang saya buat sendiri. Barangkali di luar sana ada orang-orang yang tersanjung, terpesona, tersentuh apabila muncul seseorang yang belum-belum sudah menyatakan niat dan tujuan 'berhubungan serius'. Saya? Bingung. Curiga. Tidak percaya. Takut. Panik. Seolah-olah orang tersebut sudah punya agenda pribadi lengkap dengan deadline-nya, dan saya secara semena-mena dilibatkan untuk mewujudkan rencana tersebut tanpa ada briefing lebih dulu.

Mungkin saya agak aneh.
Mungkin saya kelewat ribet.

Tetapi biarlah. Toh saya punya orang-orang yang 'berhubungan serius' tanpa perlu ada tuntutan sepihak. Orang-orang yang meramaikan hidup saya cukup lama dan telah membuktikan bahwa saya tidak perlu menghabiskan energi untuk melindungi diri ketika sedang bersama mereka. Saat ini, itu cukup. Sangat cukup.

Now I need to stop writing before exposing too much of myself here.

z. d. imama

6 comments:

  1. honestly I like when you exposing yourself here, I'm sorry but I really enjoy it.
    Seperti menemukan inilah kata-kata yang selama ini berantakan di kepala, beginilah cara menyususunnya, hahaha.

    Hi, it's me again ^^

    ReplyDelete
  2. good writing!!, and agreed. And maybe for me I call your 'personal guard' as 'chemistry'. It takes time and a certain amount of interactions to have a good chemistry with others. Because, to trust a person or being comfortable around others from the first interaction is (for me) plainly crazy. But, it might happens (to trust a person from the first time), but the chances are very low.

    ReplyDelete
  3. untuk saat ini, gue sepertinya lagi menjauhi dengan hal yang berbau hubungan yang serius. mungkin masih ada trauma yang belum sembuh, jadi gue terlalu jaga jarak. salah satunya dengan membentengi diri dengan tembok yang tinggi.
    hahaha

    ReplyDelete
  4. kaya'nya emang harus ada semaca pros cons table, yang satu kolom lagi, seberapa jauh batas toleransi yang bisa diterima :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya "toleransi" ini sering banget dipaksakan buat perempuan. Like, it's their losing game (because many red flags get shoved into the "to-be-tolerated" category) but society pressure makes them silent. Tapi kalau ini dibahas lebih lanjut jadinya bakal serius banget wkwkwkwk

      Delete
  5. Gue malah menginterpretasikan perasaan kaya gini ke 'commitment issue'. I've been wandering around telling people that I have commitment issue while it's only me not letting my guard down. Thanks for bringing this up. Keep up the good work!

    ReplyDelete