Monday 21 January 2019

My (rather unhealthy) cat obsession


Saya suka kucing. 

Mohon maaf terhadap segala macam hewan menggemaskan lain di muka bumi (marmut, kelinci, rusa, anjing, dan lain sebagainya), namun saya tidak bisa memungkiri bahwa yang senantiasa memperbudak jiwa dan hati saya di singgasana tetap kucing. Beserta seluruh spesies turunannya. Singa, macan, jaguar... yea you know which ones. Semasa kecil, salah seorang sepupu saya di rumahnya ada banyak sekali kucing peliharaan. Rekor populasi tertinggi kayaknya sempat mencapai sebelas ekor, persis macem Nankatsu setelah kedatangan Ozora Tsubasa. Tiap kali libur sekolah, saya pasti minta menginap di sana. Demi main sama kucing. Tapi ya, keluarga sepupu saya nggak sepaham itu sama dietary kucing. Beda sama orang-orang sekarang. Back in the day, makanan para mengs tiap hari adalah ikan mentah termurah yang ada di pasar―biasanya kalau bukan bandeng ya teri―dicampur nasi putih. "Nasi kucing" at its realest meaning.

"Kenapa nggak pelihara sendiri aja?"

Ya ya ya. Ini memang pertanyaan yang paling kerap muncul. Saya maklum. Namun mewujudkannya tidak semudah ngomentarin orang di internet, kamerad. Ayah saya tidak suka binatang. In an almost hardcore sense. It's weird because human are in kingdom Animalia.. but let's not talk about that. Tiap menjemput saya dari rumah sepupu saja, tidak jarang ayah menaikkan kakinya ke kursi daripada harus tersenggol kucing-kucing yang lalu-lalang. Memang seenggan itu. Sehingga ya.. mana mungkin saya bisa punya kucing piaraan pribadi. Ketimbang dese cuma jadi korban kekerasan rumah tangga, kan.

     

Kegemaran saya: motretin kucing-kucing liar (dan ngasih mereka makanan).

Setelah tinggal sendiri sebagai warga kos-kosan rupanya impian memelihara mengs juga belum dapat terwujud. Kos yang kamarnya sesuai dengan kehendak hati saya, entah kebetulan entah nasib, selalu punya kebijakan melarang binatang peliharaan. Penyaluran hasrat dan rasa sayang yang nampaknya sudah merekah jadi obsesi terhadap kucing pun lagi-lagi terhenti di sebatas mengusap-usap (asalkan mereka tidak terlalu takut pada manusia) dan memberi makan kucing liar yang ditemui.

Kucing-kucing komplek.
Kucing-kucing yang gegoleran di trotoar jalan.
Kucing yang hampir tiap hari bisa ditemukan keliaran di sekitaran gedung kantor.

The office-perimeter cat, alias kucing yang demen nongkrong di area kantor.

Tempo hari sempat ada kejadian agak memalukan gara-gara dijajah kucing secara psikologis:  saya mengeong ke arah seekor kucing liar pada saat yang bertepatan dengan mas-mas lain melakukan hal serupa. KEBAYANG NGGAK SIH SEBERAPA MALU? DUA ORANG DEWASA MENGGODA KUCING DAN KOMPAK NGOMONG "MEOOONG~~"?? DENGAN NADA SOK IMUT?? While I know that it sounds toootally like a start of budding romance story―in retrospect, I honestly kinda hope it did―unfortunately it only resulted in awkward moment and shy stares and quickened pace. Mas-mas tersebut buru-buru berlalu, sementara saya memutuskan berjongkok di samping sang kucing lantaran arah tujuan kami sama; takut makin keki kalau pergi dari situ berbarengan.

Hasrat miara kucing yang tidak pernah terkabul selama bertahun-tahun ternyata sampai bermanifestasi jadi ambisi kurang terkendali. Entah sejak kapan, saya gampang sekali datang berkunjung ke tempat tinggal seseorang hanya dengan diiming-imingi main sama kucing. I shit you not. Trivia barusan sudah pernah saya sebutkan di postingan sebelah sini loh. Sure, terms and conditions apply, misalnya saya dan pihak pengundang harus sudah pernah ada interaksi sebelumnya, namun kok ya setelah direnungkan lagi ternyata definisi "interaksi sebelumnya" ini longgar banget, men. Bahkan saya pernah sengaja menawarkan ngambil sendiri buku secondhand yang hendak saya beli dari seseorang, langsung ke rumahnya, cuma demi ketemu kucing peliharaan si empunya buku yang emang amit-amit gemes banget dan nampang di foto profil. Padahal tadinya kami nggak kenal sama sekali. Cuma pernah ngobrol dikit-dikit via direct message media sosial, ngebahas buku yang mau dibeli.

Is this starting to get dangerous? 
Is this beginning to become unhealthy?
Is this tendency has started to be life-threatening?
Bagaimana jika kamu jangan terlalu lonte tentang kucing, Zulfana? Hmm?

      
Bergaul dengan dedek-dedek bulu milik Puti

To all the cats I've petted before... thank you from the deepest part of my conscience. Terima kasih telah bersedia saya jamah dan unyel-unyel meski ujung-ujungnya cuma ditinggal lagi sesudah dikasih makanan kering secukupnya. Semoga suatu waktu nanti, akan tiba hari di mana saya bisa membawa pulang minimal satu ekor dari kalian. Bukan saya yang terus-menerus dibawa pulang orang-orang demi menjumpai kalian.

z. d. imama

4 comments:

  1. Huhuhu kejadian mengeong barengan sama mas-mas bisa jadi ide cerita buat komik shoujo, kebayang malunya tapi kok gemes :D Kucing memang paling jagonya memperbudak manusia, walaupun ga suka-suka amat sama kucing, kalo disamperin kucing (apalagi yang gemok) suka reflek pengin ngelus >.<

    ReplyDelete
    Replies
    1. THE SHOUJO STORY DIDN'T EVEN START HUHUHU ASDFGHJKLMQW

      Kucing gemok ya.. entah kenapa kadang bikin saya kasihan juga sih hahaha takutnya dia kebeban sama badannya sendiri (I can relate) cuman masalahnya kan kita nggak bisa nanya perasaan dia kayak gimana :))))

      Delete
  2. Jadi, kapan kamu mau ke rumahku? Kamu bisa mainin Bubu, Sisi, dan Miko sepuasmu. Hihihi.

    ReplyDelete
  3. Ternyata penggemar kucing juga :)

    ReplyDelete