Tuesday, 25 September 2018

Crazy Broke Asian: a daily commuting rant


Transportasi publik. Saya suka banget naik kendaraan umum seperti KRL atau TransJakarta. Serius. Asal kualitasnya bener aja sih (that being said, saya sudah bersumpah tidak akan naik Kopaja maupun Metromini lagi kecuali dalam kondisi mendesak atau bersama teman). Entah sudah berapa banyak waktu hidup ini yang saya habiskan dan buang-buang sukarela hanya untuk keliling-keliling kota naik bus maupun kereta tanpa tujuan. Pasang headset, mendengarkan lagu-lagu musisi-musisi favorit yang selalu menemani hari-hari saya, kadang-kadang seringnya sengaja tidak duduk di bangku meskipun kosong hanya supaya bisa rada-rada headbang mengikuti ayunan bus maupun kereta. Ya kalau sambil duduk kan ketara banget.

Tulisan kali ini isinya adalah omelan, dumelan, dan keluhan ultimate saya sebagai seorang warga jelata yang kemampuan ekonominya cuma mengizinkan lebih memilih naik transportasi umum. Nggak, nggak. Ini bukan tentang penuh-sesaknya KRL di rush hour. Jepang juga gitu kok dan yaa... setidaknya di Indonesia, petugas stasiun nggak ngedorong-dorong atau nendangin pantat para penumpang agar pintu bisa menutup. Bukan pula mengenai Hunger Games arena bernama Gerbong Khusus Wanita, sebab testimoninya sudah banyak ditemukan di mana saja.

Saya, dengan ini, akan sambat sebagai pengguna TransJakarta.



Sejauh ini, pengalaman naik TransJakarta hampir selalu menyenangkan. Yah, nggak ada yang traumatis lah. Lebih banyak enaknya, karena di jam-jam padat pun penumpang TransJakarta lebih mudah diamati, dipandangi, dan diperhatikan gerak-geriknya dibandingkan di wadah pepes teri gerbong KRL Jabodetabek. Kejadian yang menyisakan rekaman batin paling-paling sebatas malu aja, seperti pada saat saya salah menawarkan tempat duduk kepada orang berambut panjang dan berperut relatif besar... tapi ketika yang bersangkutan menolehkan wajah ternyata bapak-bapak. Ini kisah nyata, saudara-saudara.

Lantas apa perkaranya?

Saya bete―bahkan rasanya 'benci' pun bukan kosakata yang berlebihan―setengah mati pada kendaraan non-TransJakarta dan bukan kendaraan khusus situasi darurat (ambulans atau mobil jenazah, misalnya) yang menyerobot masuk busway. To me, it's a heavily egoistical, self-centered action. Nggak empatik sama sekali. Saya tidak pernah berhenti kesal, memikirkan bisa-bisanya para serundeng jembut di jalanan itu berpikir (dan banyak di antara mereka yang duduk manis dalam mobil pribadi) seenaknya, "Ah macet ini jalanan, gue masuk busway aja deh he he he" dan menghadirkan mudarat bagi pengguna bus TransJakarta.

Gini ya, Tong. Jika kalian merasa busway yang disediakan khusus TransJakarta itu adalah sebuah keistimewaan tersendiri, ya pantes aja jadi manusia picik nan egois. Padahal kecuali tipe-tipe bus tertentu kayak feeder, busway merupakan satu-satunya jalan yang dilewati TransJakarta. Akses penumpang juga cuma dari situ. Bagaimana kalau jalur tunggal tersebut dipenuhi oleh kendaraan lain yang pengemudinya nggak cukup punya empati dan tenggang rasa lalu menyerobot yang bukan haknya?


KEOS, JENDERAL. 


Tiap-tiap shelter TransJakarta punya daya tampung terbatas. Beberapa shelter yang desainnya jauh lebih sempit―I'm looking at you, Senayan JCC, Tosari, and similar type of shelters―maupun tertutup, sirkulasi udaranya sering kurang oke apalagi di rush hours. Sesek tempat iya. Sesek napas iya. Bus yang ditunggu sulit mencapai shelter karena jalur terganjal banyaknya kendaraan lain yang nggak semestinya ada di situ tapi nyelonong masuk. Saat akhirnya bisa tiba pun, bus sulit bergerak maju karena lagi-lagi ada kepadatan ekstra di busway. Sementara penumpang numpuk terus. Hadeeeeeh. Kelak di neraka akan ada kavling khusus untuk pengemudi kendaraan yang hobi nyerobot hak pengguna jalan lain demi kepentingan dan kenyamanan pribadi.

Episode ngomel-ngomel Crazy Broke Asian Indonesian saya cukupkan dulu.
Mau top-up saldo e-money yang berangsur menipis, ah.

z. d. imama

4 comments:

  1. Saya ingin bertanya jendral! Bagaimana perwujudan dari serundeng jembut yang sebenarnya? Terimakasih dari Nana yang sedari tadi menunggu hujan kwaci...

    ReplyDelete
  2. Kadang bingung juga, kalo di posisi kayak gini, gimana cara ngasih tau ke pada para pelanggar seperti ini. Toh kalo gini kan harus sadar sendiri". Yah senggaknya kita ga ngelakuin hal buruk kayak gtu lah.


    Ga mau d ceritain gimana kisahnya bisa salah mengira sosok cowo d bis? Hahaha

    ReplyDelete
  3. terkadang para kendaraan lain yang masuk busway tersebut difasilitasi petugas
    terutama di sudirman.
    yang punya aturan bukannya mecahin masalah malah bikin masalah

    ReplyDelete