Adik perempuan saya satu-satunya, berulang tahun pada bulan Agustus ini. Nggak, saya nggak pernah lupa tanggal berapa hari kelahirannya. Tapi saya selalu lupa dia sudah umur berapa. Syukurlah dia lahir di tahun yang sama dengan dedek Ashida Mana. Lumayanlah buat patokan. Maklum, kondisi psikologis diri sendiri pun mungkin mengalami pembekuan sejak usia delapan belas tahun dan hingga detik ini saya selalu bingung tiap ditanya umur sendiri. And I believe I am not alone in this mess. Haqqul yaqin pasti ada sesama millennial yang juga kayak gini. Ayo ngaku kalian!
Tahun ini saya genap lima tahun berturut-turut hidup jauh dari rumah keluarga (dan jarang pulang). Iya dulu emang pernah exchange program di Jepang juga, tapi kan jangka waktunya nggak sama. Semasa kuliah, saya masih cukup bisa bersantai lama-lama di rumah setiap libur semester―yang biasa diisi kerja sambilan serabutan di kampung halaman―karena duh amit-amit panjangnya. Saya punya keleluasaan memilih tiket kereta. Nyari yang paling murah, dan jam keberangkatan tidak pernah jadi masalah karena... yah, boleh dikatakan pengangguran.
Sekarang?
Beuuuh. Boro-boro. Bokeknya masih, tapi malah tambah punya masalah baru: ketiadaan waktu luang yang cukup untuk dapat leluasa memilih tiket kereta. Semasa mahasiswa saya bisa 'cuma' menghabiskan di bawah Rp200,000 untuk perjalanan pulang-pergi dari dan ke perantauan. Sekarang kena tagihan di bawah Rp500,000 saja sudah sujud syukur-worthy. Intinya, biarpun telah menjadi seorang pekerja yang diperbudak kapitalisme, pulang ke rumah tidak seketika menjadi perkara yang lebih mudah. Saya yang dulu rajin mudik di tanggal-tanggal penting (hari kelahiran ibu, adik, pokoknya anggota keluarga lah) pun jadi sering tidak bisa melakukan hal itu lagi. Termasuk ulang tahun si dedek tahun ini.
Umumnya, tiap ada paket atau surat yang ditujukan kepada siswa tapi dialamatkan ke sekolah, maka kiriman tersebut bakal masuk dan dicampurkan ke kotak surat staf sekolah. Kemudian disortir. Nah, nantinya siswa yang bersangkutan akan dipanggil pihak guru. Disuruh menghadap. Persis kayak anak nakal mau disetrap gitu lah. Saya pengin aja bikin si adek deg-degan. Muahaha.
Saya orangnya paling nggak bisa bikin ucapan (I suffer rather serious gatel-gatel syndrome when Lebaran season comes and the blame is on those lengthy Ied messages that are mostly copy-pasted from somebody else). Maka dari itu, isi kartunya cuma seperti ini.
Adik saya mengontak beberapa hari kemudian, setelah kartu tersebut tiba di tangannya. Rupanya dia lebih kaget dan takut ketika tahu kiriman tersebut berasal dari saya dibandingkan sewaktu masih completely clueless dan menduga-duga tindak kenakalan apa yang tanpa sengaja sudah dia lakukan sehingga dipanggil guru.
Sabar ya, adikku.
Resepsi itu tidak akan hadir.
So I prepared a small surprise.
Saya mengirimkan kartu ulang tahun... ke sekolahnya.Umumnya, tiap ada paket atau surat yang ditujukan kepada siswa tapi dialamatkan ke sekolah, maka kiriman tersebut bakal masuk dan dicampurkan ke kotak surat staf sekolah. Kemudian disortir. Nah, nantinya siswa yang bersangkutan akan dipanggil pihak guru. Disuruh menghadap. Persis kayak anak nakal mau disetrap gitu lah. Saya pengin aja bikin si adek deg-degan. Muahaha.
Saya orangnya paling nggak bisa bikin ucapan (I suffer rather serious gatel-gatel syndrome when Lebaran season comes and the blame is on those lengthy Ied messages that are mostly copy-pasted from somebody else). Maka dari itu, isi kartunya cuma seperti ini.
Anybody realize that "kakak" and "Kaka" pun? Uh, hello? Guys?
Adik saya mengontak beberapa hari kemudian, setelah kartu tersebut tiba di tangannya. Rupanya dia lebih kaget dan takut ketika tahu kiriman tersebut berasal dari saya dibandingkan sewaktu masih completely clueless dan menduga-duga tindak kenakalan apa yang tanpa sengaja sudah dia lakukan sehingga dipanggil guru.
"Aku pikir tiba-tiba kakak ngirim undangan nikah... tanpa ngenalin orangnya dulu ke kita-kita."
Luar biasa. Thanks for the idea, sis. Tampaknya akan seru sekali jika ide tersebut diterapkan betulan. Pasti akan menggemparkan kanan-kiri. Menggetarkan skena pergunjingan saudara-saudari. Saking terkesima, saya sampai melupakan satu hal paling krusial yang dapat memicu terlaksananya rencana tersebut: adanya seseorang yang bersedia saya ajak menikah. Tawa geli pun dalam sekejap berubah menjadi tawa garing. Hahaha. Haha. Ha.Sabar ya, adikku.
Resepsi itu tidak akan hadir.
z. d. imama
Adanya orang yang diajak menikah? Kadang, persona adecembergirl dan kleponjahe agak kontradiktif. Pie ya, kok Socially awkward person rasane ora awkward-awkward bgt. Padahal sing gawe awkward ki ya tahu tempe celupke jamu butrowali..
ReplyDeleteSopo to ki kleponjahe aku ra kenal mz
Deletehahahaha
ReplyDeletebakalan gokil sih tuh kalo beneran ngasih kartu undangan nikah tanpa sepengatahuan keluarga.
kira'' bakalan masih tetep dianggap anak ga ya kalo beneran ngelakuin hal kayak gitu??
gue malah seumur-umur ga pernah ngasih surprise ke gitu ke adek sendiri sih. bingung juga. ngerasa gagal jadi kaka keren gue jadinya
YA KAN MAS JADI PENGIN NYOBA DEH HAHAHA
Delete*langsung didepak dari kartu keluarga sebelum graduation*
Bikin dong mas, kasih kejutan kecil-kecilan... Rese-rese dikit boleh lah namanya juga sodaraan :)))))))))
Kekreatifanmu luar biasa ya. Untung gak ngirim petasan ke sekolah.
ReplyDeleteIngin jadi #CrazyRichAsian agar bisa mengirimkan oppa ke sekolah dedek :((((((
Delete