Unconditional love is that one concept I can't seem to grasp perfectly. Banyak orang bilang bahwa unconditional love―atau 'cinta tanpa syarat'―adalah milik seorang ibu terhadap anaknya. But I've known rather plenty examples of horrible parents, mothers included, which makes me question whether or not they actually love their children. Sehingga misteri seperti apa sejatinya 'cinta tanpa syarat' ini masih tidak mampu saya pecahkan. Namun hidup selama dua dekade sedikit-banyak memberi saya kesempatan berpikir. Merenung. Bertanya-tanya. Pusing sendiri. Lalu kembali ke proses awal. Siklus tersebut pada akhirnya mengantarkan saya pada sebuah pemikiran, bahwa mungkin, muuuungkin, pada dasarnya yang dimaksud dengan 'cinta tanpa syarat' adalah bagaimana kita hanya mengharapkan hal-hal terkrusial terhadap seseorang. Tanpa fitur ekstra. Ibarat ponsel, standarnya ya cuma bisa dipakai telepon dan kirim SMS.
Perhaps, unconditional love is when we can genuinely wish for someone just to be alive and healthy. And preferably, happy.
Tidak penting apakah seseorang itu prestasinya mentereng di sekolah atau tidak. Tidak penting apakah seseorang itu kaya-raya bergelimang harta. Tidak penting apakah seseorang itu bodoh dan sering dijadikan tertawaan bersama-sama di internet. You just want them to be alive. And healthy. Because nothing can happen if they are gone. Because as long as they are alive, they can still learn. They can still thrive. They can still be better. There are chances. As long as they are willing to become a better person. And maybe if they face difficulties and suffer, as long as they are alive, you can try to help. You just want them to be here, in this world, with you.
Meski pemahaman saya belum tentu benar, barangkali yang seperti ini tidak buruk juga. Apalagi mengingat banyaknya peredaran buku-buku serta artikel self-help berisikan tips menjadi pribadi yang lovable, seolah-olah kasih sayang dan cinta hanya pantas diberikan kepada manusia tertentu, dan orang-orang di luar kriteria akan terdiskualifikasi secara otomatis. Walaupun, saya tetap berharap semoga mereka yang mencintai seseorang tanpa syarat, tidak seenaknya dimanfaatkan a.k.a taken for granted oleh pihak-pihak yang menerima afeksi. Suatu hal yang―ironisnya―juga tidak jarang terjadi.
z. d. imama
No comments:
Post a Comment