Monday, 11 June 2018

#RecommendationOlympics: The Books in My Childhood


Setelah beberapa tulisan sebelumnya topiknya berat (kayak badan saya), sepertinya membahas hal yang enteng-enteng dan nostalgik tidak buruk juga. Kali ini saya ingin mengungkit sedikit buku-buku yang menghiasi hari-hari masa kecil dulu. Eh tapi yang dimaksud dengan 'childhood' ini seberapa kecil? Limitasinya bagaimana? Biar gampang, anggap saja sampai kelas 6 SD, lah. Selain itu, supaya tidak kisruh atau overlapping dengan daftar pendek shoujo manga dan shounen manga yang sebelumnya sudah pernah dibuat, judul-judul komik tidak akan dibahas oleh tulisan ini.

Maafkan aku, komik Siksa Neraka.
(Aturan tetaplah aturan yang harus ditaati.)

Kalau Oozora Tsubasa berteman dengan bola, saya sejak kecil berteman dengan buku-buku dan majalah. Ayah dan ibu sama-sama bekerja, dan karena di tempat penitipan anak saya tidak punya banyak teman gara-gara badan yang jauh lebih besar dibandingkan kawan-kawan sebaya sehingga 'menakutkan', saya lebih sering ditemukan duduk mojok di sebelah rak buku-buku bergambar dan membaca. Kebiasaan ini terbawa sampai hari-hari bersekolah di TK bahkan SMP. SMA sih nggak ya. Soalnya koleksi buku di perpustakaan nggak sebagus itu, jadi bawa buku sendiri dari rumah dan dibaca di ruang kelas. #AlumniDurhaka

Animorphs, K. A. Applegate


Damn, I loooooove this series to the moon and back. Malah kayaknya saya masih lebih sayang pada keseluruhan 54 buku Animorphs dibandingkan ketujuh volume Harry Potter buatan J. K. Rowling. Animorphs is arguably one of a few 90s' brightest gem. Memang sih sayang sekali karena sepertinya pesona serial ini hanya bekerja efektif di masa-masa itu saja dan nggak bisa seawet Harry Potter, atau bahkan Lord of the Rings yang sampai sekarang masih sering diungkit, diperbincangkan, bahkan jadi meme. Padahal jika mau dikulik, world-building, character bonding, konflik, dan social approach di 54 buku Animorphs jauh lebih solid dan baik dibandingkan kisah-kisah distopia yang makin merajalela saat ini.

Animorphs bercerita tentang satu geng anak ABG beranggotakan lima orang (di awal buku, usia mereka 13 tahun): Jake Berenson dan sepupu ceweknya yang cakep tapi kelakuan berangasan, Rachel, sahabat baik Jake, Marco, kecengan Jake, Cassie, dan Tobias si pendiam yang naksir Rachel. Takdir mempertemukan merekad dengan spesies alien Andalite, yang memberitahu bahwa bumi telah diinvasi alien lain bernama Yeerk. Yeerk berwujud seperti lendir berukuran sebesar lintah, dan meski tampak lemah plus menjijikkan, mereka mampu menguasai dan mengendalikan tubuh makhluk hidup lain dengan cara masuk lewat saluran telinga lalu melekatkan diri menyelubungi otak makhluk yang diincar. Ngebajak otak, gitu. Andalite kemudian memberikan Jake dan kawan-kawannya kemampuan metamorfosis untuk melawan para Yeerk. Lahirlah Animorphs. Perang pun dimulai.

These books are sick. Parah. It deals with bizarre war in the realest way possible. Konsekuensi, konflik batin, pengorbanan, self-doubt, guilt trap, semua diungkap, digambarkan, dan dibahas. War fucks people up and this series doesn't gloss it over. Saat serial berakhir di buku ke-54, perang melawan invasi Yeerk dikisahkan telah berjalan setidaknya selama satu dekade! Padahal Voldemort aja keok dalam jangka waktu tiga tahun setelah kebangkitan. Klasemen sementara: Yeerk 1 poin, Voldemort 0.

Sayang beribu sayang, Animorphs tidak diterbitkan sampai tamat di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama hanya merilis hingga buku volume 27. Entah alasannya kenapa. Mungkin karena seri yang terlalu panjang. Barangkali juga kalah popularitas dengan judul-judul lain. Sedih. (Tapi saya sudah baca sampai tamat, nyambung ke versi bahasa Inggris. Hehe.)

Harry Potter, J. K. Rowling


You guys see this coming, I bet. Memori saya bersama buku-buku serial Harry Potter boleh dibilang banyak dramanya, sih. Sekolah saya (sebagaimana yang telah diceritakan di sini) cukup rajin melarang murid-muridnya baca maupun nonton Harry Potter. Nanti jadi syirik, katanya. Memicu perbuatan musyrik, katanya. Akhirnya ya tetep baca juga tapi di lingkungan sekolah harus ekstra hati-hati untuk tidak membahas. Takut kalau ada guru yang mendengar.

Installment favorit dari ketujuh buku dalam serial Harry Potter, bagi saya, adalah buku ketiga: Harry Potter and the Prisoner of Azkaban―diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh almarhumah ibu Listiana Srisanti menjadi Harry Potter dan Tawanan Azkaban. Kenapa? Sebab di situ ada adegan legendaris Hermione Granger ninju mukanya Draco Malfoy (yang secara ironis justru mengantarkan saya ke gerbang cursed ship DraMione). Untuk pertama kalinya pula Harry, Ron, dan siswa-siswi Hogwarts dapat profesor Defense Against the Dark Arts yang waras, setelah Quirell dan Lockhart si meganarsis. Hippogriff. Pembalik-Waktu. Buku Monster Tentang Monster. Terkuaknya petunjuk plot besar untuk kali pertama. Aaaaargh, I really love that third book!

Goosebumps, R. L. Stine


Serial horor yang terbitnya cukup berbarengan dengan Animorphs. Sepertinya belakangan dirilis ulang oleh Gramedia Pustaka Utama, sebab saya merasa sempat melihat lagi di rak-rak toko buku. Total keseluruhan seri original ada 62 volume, dengan tokoh utama dan cerita yang berbeda-beda di tiap jilidnya. Saya nggak sempat menjamah semua rilisannya sih. Paling-paling cuma setengah dari jumlah total.

Terus terang, kisah-kisah Goosebumps, despite its title which means 'bulu kuduk meremang', nggak seserem itu. Ada sih yang disturbing dan cukup bikin kebayang-bayang. Namun ada pula yang sekadar "Oh ya oke" gitu doang. Justru yang lebih serem dibandingkan isi ceritanya adalah desain kaver bukunya! Taek bener. Mumi lah, tengkorak lagi pesta barbekyu lah, kucing setan lah, monster hijau berbulu lah...

Faris dan Haji Obet, Boim Lebon


Mengisahkan remaja laki-laki muslim bernama Faris yang bersahabat dekat dengan seorang marbot musala bernama Zulfikar, yang anehnya lebih akrab disapa "Haji Obet" gara-gara pakaian yang dia kenakan cenderung lusuh dan sobek di sana-sini. Kisah-kisah Faris dan Haji Obet dibungkus ringan, agak jayus, dan kadang-kadang cukup overkill tapi sangat menyenangkan untuk disimak. Walau bisa dibilang latar belakang religius tokoh-tokohnya terlihat jelas sekali, novel Faris tidak preachy sama sekali. Justru lebih menekankan bagaimana perilaku Faris sebagai ABG baik-baik yang terkadang masih jahil. It was portrayed rather adorably, in my personal opinion.

Tokoh Zulfikar a.k.a Haji Obet pun dihadirkan secara komikal. Gimana nggak? Marbot musala, tampilan lusuh-nyerempet-gembel, namun jago berantem. Tidak jarang Haji Obet dikisahkan terlibat perkelahian fisik bak-buk-bak-buk melawan preman jalanan. Bahkan sosok antagonis di novel ini pun hadir dari golongan 'tampak religius'. Namanya Haji Mursal. Wow sungguh futuristik, bukan? Ketika sekarang banyak bermunculan kaum-kaum berperilaku jahat tapi berkedok penuh iman, novel serial Faris dan Haji Obet sudah lebih dulu memberi representasi. Hehehe.

The Chronicles of Narnia, C. S. Lewis


Dibandingkan Harry Potter, terjemahan serial The Chronicles of Narnia terasa lebih kaku bagi pembaca anak-anak. Jika buku Harry Potter bisa saya tamatkan dalam sekali duduk, menyelesaikan satu volume Narnia memerlukan waktu tiga kali lipat lebih lama. Saya agak kurang sreg dengan flow ceritanya dan pilihan diksi yang digunakan untuk mengekspresikan adegan. But that being said, I still like this series. Aslan is my Lord.

Pilihan favorit saya jatuh pada buku Prince Caspian (dulunya berjudul The Return to Narniainstallment kedua dari total tujuh buku. Pangeran Caspian dikisahkan sebagai pewaris tahta sah yang tidak mendapatkan haknya, sehingga anak-anak Pevensie bersaudara―Peter, Susan, Edmund, dan Lucy―yang kini eksistensi mereka telah menjadi semacam 'legenda' di jagad Narnia pun berjuang di sisinya. Berbeda dengan buku sebelumnya, The Lion, The Witch, and The Wardrobe, sosok Edmund Pevensie sudah tidak lagi menyebalkan, dan belum muncul tokoh baru bernama Eustache Scrubb yang ampun dah minta ditabok banget. Kayaknya itu sih yang bikin saya paling demen sama Prince Caspian.

Pasukan Mau Tahu, Enid Blyton


Ngomongin Enid Blyton, saya yakin banyak yang akan teringat pada serial-serial lain juga. Misalnya: Lima Sekawan, alias Famous Five. Namun jika dibandingkan judul-judul karya beliau lainnya, favorit pribadi jatuh kepada Pasukan Mau Tahu (judul asli: The Five Find-Outers). Cerita-cerita dalam seri Lima Sekawan lebih kental dengan petualangan, bahkan kadang menyebabkan anggota-anggotanya terjebak bahaya seperti diculik. Sementara Pasukan Mau Tahu justru lebih kalem. Rata-rata kisahnya berkutat pada penguakan peristiwa-peristiwa ganjil yang terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal tokoh-tokohnya. Ibarat geng kepo di komplek perumahan gitu deh.

Pasukan Mau Tahu digawangi oleh Frederick Trotteville―yang kerap disapa Fatty karena... well, gendut, Philip "Pip" dan Elizabeth "Bets" Hilton, Margaret "Daisy" dan Lawrence "Larry" Daykin, serta anjing kesayangan Fatty bernama Buster. Mereka berlima punya rasa kepo luar biasa tinggi terhadap hal-hal yang dianggap aneh, sehingga kerap bentrok sekaligus main kucing-kucingan dengan Pak Goon, polisi lokal yang tidak menyukai Pasukan Mau Tahu dan menganggap mereka mengganggu penyelidikan.

Honorable mention:
(I know I'm not supposed to talk about 'comics' but this one is just too important to pass.)

Seri Tokoh Dunia


Entah siapa yang bertanggung jawab menulis dan bikin ilustrasi buku-buku ini. Semasa saya TK dan SD, Seri Tokoh Dunia adalah juaranya. Semua jilidnya―yang secara ajaib bisa punya artwork sama persis―berjejer lengkap di perpustakaan sekolah. Bahkan bisa sampai dobel-dobel karena kayaknya termasuk buku populer di kalangan para murid. Banyak banget yang pinjam. Barangkali didukung formatnya yang ringan, kali ya. Berkat khatam membaca Seri Tokoh Dunia, saya jadi mulai mengenal Wright bersaudara, Helen Keller, Siddharta Gautama, James Watt, Mozart, dan berbagai orang-orang terkenal lain dari bermacam belahan dunia. These books truly lived up to its self-proclamation.

Itulah beberapa buku yang paling dominan menghiasi hari-hari masa kecil saya. Memang tidak semua bisa saya tuliskan di sini. Tetapi apa yang saya sebutkan di atas sepertinya sudah cukup representatif deh. Toh yang saya baca tidak sebatas novel saja, masih ada rangkaian judul-judul manga dan majalah-majalah serta tabloid untuk anak-anak. 

So now, how about yours? 


What books are closely remembered as a part of your childhood? And why? Silakan berbagi lewat kolom komentar, jika tidak keberatan. Your comments and feedback give me immense happiness, really.

z. d. imama

10 comments:

  1. Detektif Conan dan Goosebumps yang paling sering dibaca waktu kecil dulu sih (sekarang juga). Doraemon juga haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Conan sudah ada di postingan lain, jadi nggak bakal disebutkan di sini. Hahaha. Wah kalau Doraemon, suprisingly saya malah nggak banyak baca pas masih anak-anak dan nggak banyak punya. Emang agak aneh :)))

      Delete
  2. Dulu pernah lari ketakutan dari kamar gara-gara iseng melototin cover-cover Goosebumps (enggak dibaca) akhirnya dimarahin :)) Oh ya dulu ada juga seri cerita bergambarnya Hans Christian Andersen kayak tiga babi kecil, hansel and gretel dsb gitu, itu kesayanganku banget dibaca sampai berulang-ulang sebelum kenal komik dan enid blyton dulu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah iyakah? Saya malah nggak tahu sama sekali mengenai seri cerita bergambar itu... apa pas dia terbit saya belum 'ngeh' tentang eksistensinya ya hmm

      (Btw ini saya agak kecewa kenapa nggak ada yang picking up confession line tentang terjerumus cursed ship DraMione wqwq)

      Delete
  3. Astagah, dia ganti URL Blog. pantesan gak muncul apdetannya di blogroll. Hahahahahaha..... Jaman aku masih ABG sukanya baca Pasukan Mau Tahu, Lima Sekawan, Trio Detektif, The Baby-Sitters Club, Goosebumps, Malory Towers. Apalagi ya, lupaaaak. Keknya dulu banyak dah. Hahahahaha....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Fely ~~~ !! Selamat datang kembali! Haha. Iya aku ganti URL blog karena biar makin selaras dengan tagline-nya :3

      Delete
  4. Conan, Doraemon, Goosebumps, Harry Potter. Kayaknya itu doang. Waktu kecil aku gak banyak baca. Itupun yang dibaca lengkap dari nomor 1 sampai habis ya cuma Harry Potter.

    Jadi kepikiran pengen baca buku-bukunya Enid Blyton dan Roald Dahl. Semacam balas dendam karena waktu kecil gak tau ada buku mereka. 😂

    ReplyDelete
  5. Aku malah waktu kecil ga baca Harry Potter. Langsung nonton filmnya. Hahahaaa.
    Jaman kecil dihiasi oleh majalah Bobo, langganan malah :"). Dan ya, seri Tokoh Dunia waktu itu jadi primadona banget. Tutur bahasanya enak, mudah dimengerti. Skrg Gramedia ngeluarin seri tokoh dunia juga, hanya fisik bukunya lebih besar, dan bahasanya tidak baku dan kekinian...

    ReplyDelete
  6. Wah banyak yg sama:
    Harry Potter, Narnia, Pasukan Mau Tahu, & seri tokoh dunia.

    Goosebump palingan pernah pinjem2 di perpus tapi bacanya setengah hati karena takut bgt....

    Selain itu serial cewek-cewek asramanya Enid Blyton juga sangat membekas di hati, terutama serial Elizabeth cewek paling badung di sekolah. Dan Trio Detektif feat Alfred Hitchcock :3

    Sebenernya suka juga serial the Baby Sitter Club & Girl Talk, tapi belum baca semua karena terbitan agak jadul, cuma bisa baca random volume dari perpus....

    ReplyDelete
  7. Nostalgia! Bacaan aku hampir sama kayak yg di atas. Mungkin kalo aku ditambah sama seri ensiklopedia disney sama buku pintar iwan gayo 😂 oh iya dan favoritku jaman dulu komik deyektif kindaichi sama komik time limit. Makasih kindaichi, case ke dua tentang desa bintang davis (bener ga ya, udah agak lupa), sempat bikin ga bisa tidur seminggu 😂

    ReplyDelete