Wednesday 24 August 2016

New book in the shelf: Manungsa #1


Rak buku saya sejak kemarin punya dua penghuni baru. "Lima Menit Sebelum Tayang" buatan Ockto Baringbing - Matto Haq dan "Manungsa", karya Jaka Ady Saputra dan Erfan Fajar. Berhubung saya sudah lebih dulu familier dengan nama Erfan Fajar lewat komik "Arigato Macaroni", maka di antara dua buku itu, Manungsa lebih dahulu saya robek segel plastiknya dan baca hingga halaman terakhir.

And this is my personal take on said comic.
[ POSSIBLE MINOR SPOILER/SNEAKPEEK ALERT]


boneka beruang ini namanya Sayuti Melik.
(please don't ask me why)

Ada banyak hal yang saya suka dari Manungsa. Tetapi ada juga sedikit hal yang membuat saya agak mengernyitkan kening. Dua-duanya akan coba saya tuliskan di sini, dan kalau-kalau tulisan ini dibaca oleh Kak Erfan dan Kak Jaka, semoga tidak ada yang menyinggung perasaan karena saya tidak punya niat buruk sama sekali. Sumpah.

Oke, saya mulai nih ya.
*menyalakan mikrofon*

Hal dari Manungsa yang menarik perhatian saya di awal adalah, meskipun di kaver depan hanya dituliskan nama dua orang author utama, di halaman depan setiap chapter turut dituliskan nama-nama asisten yang turut andil dalam pembuatan komik ini. Salut, sih. This is a good way of appreciating other people's direct contributions. Entah saya yang kurang gaul, kurang referensi, atau kurang kaya (jadi nggak bisa belanja banyak buku), tapi baru di Manungsa saya melihat yang begini.


Buku pertama Manungsa ini memuat sembilan bab, yang mana menurut saya belum bercerita banyak.

Tokoh utama adalah kakak-beradik yatim piatu Kanaka dan Rakai. Kedua orang tua mereka menjadi korban tewas dalam musibah besar yang menimpa Pakuan, kota tempat tinggal mereka dulu. Si sulung Kanaka dikisahkan masih belum move on dari tragedi masa lalu. Lebih dari satu dekade telah terlewati, tapi dia masih tanpa menyerah berusaha mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di hari yang mengubah hidup mereka itu. Sang adik, Rakai, digambarkan sebagai remaja laki-laki cerdas dengan model rambut cukup unik: poninya kriwil seperti Yuki dalam Arigato Macaroni sedangkan rambut belakangnya mirip Kapten Oozora Tsubasa, njabrik-njabrik lucu. Gemesh.

Karakter penting lain yang sudah diperkenalkan adalah Rana Niena dan seorang (sebuah?) robot komandan pasukan militer bernama Backpfeifengesicht yang wajahnya harus digambar pakai spidol supaya tampak lebih 'manusiawi'. Saya tidak tahu apa yang membuat Kak Erfan dan Kak Jaka memutuskan menamai karakter dengan ejaan seribet ini, tapi saya berharap di jilid berikutnya, kami akan diajari cara baca nama sang komandan secara baik dan benar. Ya daripada kami (baca: saya) terus-terusan menggumam "Iki piyeeee le arep nyebut jenenge..." setiap kali tokoh tersebut muncul dalam panel. Huhuhu.


Cerita Manungsa berlatar di Indonesia (tampaknya). Versi alternate universe. Atau minimal bau-bau futuristik gitu, mengingat ada adegan pemutaran lagu salah satu grup idol Jepang yang sungguh populer di masa kini namun dikatai sebagai lagu kuno oleh Rakai. Saya pribadi cenderung suka dengan penamaan kota Giacarta, walau agak ngikik juga ketika melihat kata Gresic. Terbayang seketika dalam benak saya aneka nama kota di Indonesia jika dibumbui sedikit twist ala-ala Manungsa: Depoque, Suracarta, Macassar...

Dialog-dialog antarkarakter juga menyenangkan dan mengalir cukup mulus. Tidak terasa asal, namun masih kasual untuk digunakan sehari-hari tanpa kesan kaku. Di sisi lain, narasi justru cenderung puitis, seolah-olah dicomot dari buku dongeng. And surprisingly, this combination of two styles results in something good. GREAT, even. Manungsa sangat mengesankan sewaktu dibaca, tidak ada bagian yang bisa saya sepelekan begitu saja.

Visual-wise, komik Manungsa ini bak beauty pageant yang bersaing ketat di tiap halamannya. NGGAK. ADA. YANG. JELEK. Ungkapan 'vitamin mata' sangat layak dilekatkan untuk komik ini. But hey, on a second thought, I had never known any 'bad artworks' when it comes to Erfan Fajar. Cuma yang paling bikin saya ngiri, RAMBUT CEWEK-CEWEKNYA BAGUS-BAGUS AMAT SIH?! Saya penasaran nih, mereka semua pakai sampo merek apa? Pantene? Sunsilk? Tresemme? Emeron? *emosi campur kepo*

SEE ALL THAT HAIR?? I'D KILL TO HAVE HER HAIR.
(umm... no, actually. ain't that brave to kill someone)

Satu lagi keistimewaan Manungsa yang wajib disebut. Komik ini mengandung sebuah unsur lokal yang lumayan kental mengakar di masyarakat kita, yakni hal-hal supranatural. Alias: KLENIK. Setan-setan dan makhluk-makhluk jelmaan. Ajaibnya, meskipun saya sudah muak berat dengan film-film setan picisan dalam negeri yang nggak ada capeknya menyatroni bioskop, harus diakui bahwa Manungsa berhasil mengemas unsur ini menjadi sebuah hal yang sangat menarik. I can't help myself looking forward for the next "Anomali" to appear on Manungsa's pages.

Tidak hanya menampilkan versi upgraded dari makhluk-makhluk gaib lokal, Manungsa juga menyelipkan tembang Macapat "Pangkur" di salah satu halamannya. Sebagaimana anak-anak suku Jawa lain yang pernah mendapat pelajaran Muatan Lokal budaya Jawa di sekolah, saya mengetahui bahwa tembang Pangkur sejatinya berasal dari "Serat Wedhatama" karya Mangkunegara IV, Pupuh I. 'Pupuh' ini semacam bab, dan masing-masing terdiri dari beberapa 'Pada' atau sejenis sub-bab, bait, whatever you name it. Untuk Pangkur sendiri, dia tersusun oleh 14 buah Pada.

Ya terus kenapa?

Bukannya kenapa-kenapa... Hanya saja saya sedikit mengerutkan dahi ketika melihat halaman ini:


Saya tulis ulang lirik yang tertera di sana (beberapa bagian minor agak berbeda dengan yang di gambar karena basisnya adalah pengetahuan yang saya peroleh.):

Mingkar mingkuring ukara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinubo sinukarto
Yen mangkana kena sinebut wong sepuh
Liring sepuh sepi hawa
Awas roroning ngatunggil

Baris pertama hingga keempat, itu adalah isi Pangkur untuk Pada 1, dengan kata 'ukara' menggantikan 'angkara' dan 'karenan' alih-alih 'karnan'. Sedangkan baris kelima hingga ketujuh (yang bergaris bawah) adalah muatan Pangkur dalam Pada 12.

Artinya?
Mereka sebetulnya nggak sepaket.

Tembang Pangkur jika dilagukan urut dari Pada 1 hingga Pada 12 aslinya lumayan panjang, dan jika melihat adegan komik di mana tembang ini digunakan (ketika salah satu karakter sedang berubah wujud), semestinya itu mengisyaratkan sang tokoh makan waktu cukup lama untuk berganti rupa. Bisa dipakai beli gorengan anget dulu di abang-abang PKL lalu dicemilin sampai mabok minyak jelantah. Saya tidak tahu apakah mash-up ini disengaja oleh Kak Erfan dan Kak Jaka atau tidak, namun saya tidak bisa memungkiri... kok agak ngganjel di hati juga ya ketika melihat halaman tadi. But probably it's just me being Javanese. *toyorin kepala sendiri*

(Update: ternyata belakangan saya diberitahu oleh Kak Jaka kalau Manungsa menggunakan lagu Gombloh sebagai basis. Yaelah. Pantes...)

Satu lagi yang saya kurang sreg dari Manungsa adalah bagian akhir bab tujuh dan awal bab delapan. Saya nggak bicara lebih detil mengenai adegan terkait karena itu akan lebih spoiling daripada yang sudah saya lakukan. Tetapi, kalau saya jadi Rakai (ulangi: kalau saya yang jadi Rakai), saya sih nggak akan segampang itu percaya omongan dan bujukan orang asing... who just done taking care of a whole squad, single-handed. Reaksi pertama saya mungkin, "ELO BARUSAN NGELIBAS SEPASUKAN DENGAN ENTENGNYA TERUS SEKARANG BILANG MAU BANTU GUE? YAKALI??? BIARPUN MUKA ELO GANTENG, GUE TETEP KAGAK YAKIN! PASTI ELO ADA MAUNYA! ADA UDANG DI BALIK BAKWAN!"

But then again, barangkali saya saja yang orangnya curigaan. Rakai nggak salah, kok. Dedek-dedek cerdas penyayang binatang nggak pernah salah.

FINAL VERDICT: Saya amat sangat penasaran sekali dengan kelanjutan Manungsa. Karakter yang sudah diperkenalkan cukup banyak dan sepertinya akan bertambah ke depannya. Petunjuk-petunjuk kecil tentang perkembangan cerita pun sudah disebar sedikit di sana-sini, dan sepertinya bakal ada grand plot yang lumayan... apa ya, berbobot, untuk dikisahkan melalui medium komik. Wish you the best luck, Kak Erfan dan Kak Jaka!

Harapan saya terkait komik ini ada dua. Pertama, semoga Manungsa bisa terus berjalan lancar hingga akhir cerita. Jangan sampai putus di tengah jalan karena itu bakal terlalu menyedihkan untuk premis cerita dengan konsep keren begini. Kedua, saya harap jalan cerita Manungsa nantinya nggak akan muser-muser tanpa juntrungan jelas (soalnya kisah dengan unsur sekompleks ini cukup berpotensi jadi ruwet). Jangan biarkan Manungsa berakhir layaknya Bima Satria Garuda yang nglokro di tengah-tengah.

...nggak apa-apa lah ya sebut merek.

Try Manungsa, everyone, in case you have not read it. One way or another, it's a comic book you won't regret buying. You may fall in love with the artwork, or with the story, or perhaps with the adorable characters. There's always something to like about Manungsa. So go get your own copy.

---

*P.S: Manungsa sudah banyak yang sold out di sejumlah toko buku dan cabang-cabang Gramedia. Kalau baru mau nyari sekarang, coba ke Gramedia Matraman Jakarta. Masih ada ready stock. Atau, bisa beli online di gramedia dot com seharga Rp40.800 saja (harga asli Rp48.000) dan mereka lagi ada promosi free shipping cost sepanjang bulan Agustus.


You're welcome.
*matiin mikrofon*

z. d. imama

3 comments:

  1. Gambar indah, cerita menarik, maka sahihlah komik ini sebagai salah satu komik terbaik tahun ini (mengutip perkataan shani juga, lol).

    Menurut pengarangnya ini masih prolog. vol 1 yang isinya prolog gini aja udah 'awsum'. semoga kualitasnya ga menurun di volume-volume berikutnya 8"))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenernya kalau menurut saya, pacing Manungsa ini agak terlalu selow. Maksudnya untuk prolog butuh sembilan chapter itu udah kebanyakan... kalau dibaca chapter pertama saja, terus terang masih nggak jelas ini ceritanya mau gimana. Padahal biasanya (berkaca dari manga-manga yang weekly/monthly serialized) chapter satu minimal sudah ngasih gambaran cerita secara kasar (contoh: rival/musuhnya siapa, masalah utama apa, langkah awal dia untuk mencapai tujuannya, gitu-gitu lah).

      Tapi ya, saya sih nggak tahu agenda tersembunyi Kak Erfan dan Kak Jaka... dan bisa jadi mereka menganggap satu buku itu satu bagian utuh yang lalu baru dipotong-potong dalam bab. Sehingga membaca bab pertama saja bakal masih super 'ngawang'.

      Yang jelas, ini buku kedua nggak sabar bener sih nunggunya.
      Semoga nggak ada jadwal rilis yang molor-molor... bisa mati kering duluan :))))

      Delete
  2. Jadi keinget, udah lama gak baca komik :)))

    ReplyDelete