Sunday, 15 July 2018

#RecommendationOlympics: Shows about Eating to Watch When You're Eating


Saya suka makanan. Suka makan dan suka nonton orang makan, asalkan bukan via video para YouTuber. Ya, saya tahu hobi ini mestinya membuat saya tidak berhak mengeluh tentang badan yang beratnya luar biasa, tapi mari kita kesampingkan dulu topik itu. Tiap kali saya hendak makan di kamar kos, ada ritual khusus yang tidak pernah absen dilakukan: menyetel program televisi Jepang yang acaranya berkutat tentang makanan dan orang makan. Beberapa hadir dalam bentuk variety show, namun ada pula yang berupa drama series. Gastronomical drama, gitu. Restoran-restoran, warung makan, serta menu yang dimunculkan di tiap episode adalah nyata―lokasinya ada beneran―dan di penghujung acara akan diperlihatkan secara lebih detil mengenai letak, kondisi, bahkan pemilik asli restoran sebenarnya.

Beberapa judul yang selama ini pernah menemani saya makan:

Wakako Zake (2015), 3 season


Diangkat dari manga berjudul sama yang juga sudah sempat dibuatkan adaptasi animenya, Wakako Zake mengisahkan tentang Murasaki Wakako, office lady berusia 26 tahun yang punya hobi wisata kuliner sendirian sepulang kerja. Kenapa sendirian melulu? Ya.. karena jomblo. Oh how I can see my future whenever I see her... Anyway, Wakako ini termasuk #SobatMiras garis keras. Dia suka banget minum bir, sake, wine, maupun beraneka ragam minuman alkohol lainnya, sehingga setiap kali mengunjungi restoran, dia selalu membeli sake yang cocok dengan menu yang dipesan. Jika kalian sama-sama #SobatMiras, episode-episode Wakako Zake lumayan menyumbang pengetahuan untuk mix-and-match minuman apa yang cocok dinikmati bersama suatu makanan.

Neguk bir dengan sepenuh hati.

Khusyuk menatap sake yang dituang ke gelas oleh abang-abang restoran.

Mabuk pakai apa hari ini?

Berhubung Wakako Zake memang menekankan keseimbangan dan perpaduan antara minuman beralkohol dengan makanan, yang dijelaskan menjelang akhir episode tidak sekadar nama restoran, alamatnya, atau menu-menu rekomendasi mereka yang lain, tetapi juga jenis sake apa yang dinikmati oleh Wakako hari itu. Biasanya informasi yang diberikan mencakup merek, asal daerah produsen, serta sedikit trivia tentang pembuatannya, atau keistimewaan sake tersebut. Kadang ada saran penyajian pula, kayak "Ini lebih baik diminum dalam keadaan dihangatkan". Menarik, sih. Cara mbak Wakako menikmati setiap menu yang tersaji di hadapannya juga menyenangkan ditonton. Antusiasme tinggi tetap tersampaikan, tapi tidak comically overkill.

Kodoku no Gurume (2012), 7 season


Gila, memang. Tujuh musim, lho. Nggak main-main. Rating-nya memang terbilang tinggi. Padahal tokoh utama gastronomical drama yang terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris jadi The Lonely Gourmet ini relatif sudah pakde-pakde. Tapi ya biarpun begitu saya tetep rajin mengikuti keseluruhan serial Kodoku no Gurume. Menyaksikan pakde-pakde makan sambil ikut menikmati makanan di depan laptop. Jadi sebenarnya yang gila siapa, dah? 

Matsushige Yutaka, aktor veteran Jepang, memerankan Inogashira Goro, seorang pengusaha yang punya bisnis berdagang barang-barang interior impor. Pak Goro dengan hobi kulinernya selalu menyempatkan diri mampir ke restoran-restoran dan warung-warung lokal di berbagai tempat yang dia singgahi untuk kepentingan bisnis. Menu-menu yang dinikmati Pak Goro tidak selalu fancy, kadang muncul episode di mana dia cuma makan masakan ikan atau stew dengan tampilan "B aja" di warung rumahan sederhana dan disajikan dengan piring standar, namun ternyata rasanya punya keistimewaan tersendiri. 

Nggak beda jauh dengan sayur bikinan emak di rumah kan...


In a nutshell, nonton Kodoku no Gurume berarti menyimak hari-hari seorang pakde-pakde melakukan aktivitas dinas kerja sampai perutnya laper. Kemudian, Pak Goro diperlihatkan masuk restoran, membuka buku menu, pesan ini-itu sesuka hati, lalu seluruh makanan yang datang ke meja dihabiskannya hingga tandas sembari menyuarakan apa yang dia pikirkan dan rasakan dalam hati. Udah. Gitu doang. Simpel. Bikin laper.

Saboriman Kantarou (2017)


The Slacker Kantarou. Bagi yang lagi ngidam makanan manis atau kue-kue, nonton Saboriman Kantarou akan terasa bagai siksaan. Sedikit berbeda dengan Wakako Zake atau Kodoku no Gurume yang sebelumnya sudah saya sebut, Saboriman Kantarou hanya terfokus pada jenis-jenis menu dessert. Nggak akan adegan makan ayam panggang di sini. Tapi kue, parfait, pudding, dan sejenisnya akan bertebaran di mana-mana. Bahaya.

Tokoh utama Saboriman Kantarou adalah Ametani Kantarou, karyawan marketing di salah satu perusahaan yang digambarkan lumayan keren dan sering di-PDKT-in cewek-cewek satu divisi. Penampilannya agak stoic dan cool, namun ternyata di balik seluruh pencitraan itu, Kantarou adalah penggemar makanan manis. Bahkan dia punya review blog yang isinya membahas seluruh kue-kue dan dessert yang pernah dicobanya dari berbagai kafe. Demi memenuhi hasrat sekaligus meng-update blognya, setiap hari Kantarou sengaja buru-buru menyelesaikan pekerjaan supaya bisa leha-leha di kafe dan mencicipi menu makanan manis baru. 

 Makan es serut sampai terkaget-kaget saking enaknya.

I have no explanation about this.

Ngomong-ngomong... fantasi dan imajinasi Kantarou tiap sedang menikmati dessert lebay banget sumpah. Nggak tanggung-tanggung. Kadang terbang ke kahyangan. Bermandikan sirup gula. Dikelilingi buah-buahan yang berjatuhan di sana-sini. Belum lagi ekspresi wajah yang kadang-kadang rasanya tidak senonoh ditunjukkan di hadapan publik. Huhuhu. Hati-hati aja kalau kena secondhand embarassment kayak saya. Jika kalian yakin tidak akan geli sendiri terhadap kelakuan mas-mas salaryman yang satu ini, serial Saboriman Kantarou bisa dinikmati via Netflix.

Ramen Daisuki Koizumi-san (2015)


Sebagai umat mi instan (karena memang enak dan himpitan ekonomi yang kerap menuntut kompromi di aspek asupan gizi), makan mi instan sambil mantengin episode Ramen Daisuki Koizumi-san sanggup memberikan dorongan kenikmatan tersendiri. Sensasinya seperti makan roti sambil nonton orang makan burger, lah. Same in principle but less costly.

Protagonis dalam ketiga judul sebelumnya adalah orang dewasa yang sudah bekerja, sedangkan Ramen Daisuki Koizumi-san mengambil fokus berbeda dengan memberikan mahkota tokoh utama pada siswi SMA maniak ramen bernama Koizumi. Setiap pulang sekolah, yang dilakukan Koizumi bukan pergi kursus atau ikut kegiatan klub, melainkan plesiran ke berbagai tempat―termasuk kota atau prefektur sebelah―hanya demi menikmati semangkuk ramen kegemarannya, disajikan oleh berbagai restoran dan warung yang dia incar untuk dikunjungi. Koizumi biasa dibuntuti temen sekelasnya, Osawa Yu, pemuja cewek cakep yang sotoy dan berisiknya minta ampun sampai-sampai ingin saya tabok.

Osawa Yu (kanan) cemberut saking nggak paham kenapa Koizumi segitunya mau makan ramen.

Jumlah episode Ramen Daisuki Koizumi-san lebih sedikit dibandingkan gastronomical drama lainnya. Hanya sebanyak empat episode. Mudah sekali untuk dimaraton dalam sehari. Alhamdulillah, ya Rabb. Sebab mau senikmat apa pun ramen-ramen dalam mangkuk yang disyuting, saya betul-betul nggak tahan dengan celotehan ribut dari mulut Osawa Yu dan segala kelakuannya, yang menurut standar pribadi, ganggu banget. That girl needs to shut up.

Walau Osawa ributnya setengah mati, Koizumi termasuk tipe siswi pendiam. Nggak banyak omong, ekspresi wajahnya lebih sering datar, tapi mendadak berubah jadi berapi-api kalau ngomongin ramen. Makannya banyak. Yakin deh bakal seneng kalau traktir dese makan, karena mau sebanyak apa pun porsi yang tersaji di atas meja akan tetap dihabiskan. Tanpa banyak ba-bi-bu, konsentrasi penuh dikerahkan untuk mengunyah. I can relate to her, actually. Makan adalah aktivitas sakral yang butuh dilaksanakan sekhidmat mungkin.

Setumpuk chashu menanti untuk ditandaskan sendirian.

Biarpun katalog drama Yapan saya terbilang lumayan ekstensif―self-proclaimed, of course―sejauh ini saya baru pernah menyaksikan empat serial tersebut untuk kategori drama gastronomi yang menyertakan informasi mengenai restoran sungguhan. Jika ada yang pernah nonton serial lain dengan tipe serupa, silakan tuliskan judulnya di kolom komentar supaya saya juga bisa ngecek! 

And since many people are asking me: "Nonton drama-drama Jepang biasanya di mana sih?", I'm very sorry but I can't give you an exact answer. Looking for Japanese dramas has always been harder than other series (say, American or even Korean), so I usually look for the list of dramas airing on a particular season before googling the shit out of it to find links or streamed videos. For example, this is the list of drama titles aired on Spring 2018. Jadi, saya tandai tuh drama-drama apa saja yang ingin saya tonton (episode perdana sih biasanya saya cek semua, baru setelah itu diseleksi mana yang menarik dan yang tidak). Tahap berikutnya? Yaa... persis pengakuan saya tadi: geledah Google.

Google is our best friend, folks
Manfaatkanlah dia sebaik-baiknya.

z. d. imama

8 comments:

  1. Waaah menarik banget! Kalo zi makannya sambil ditemenin nonton, kalo saya biasanya abis nonton apapun yang ada adegan makan (apalagi makanan favorit) pasti langsung laper :D Dari keempat drama di atas, saya paling penasaran sama Saboriman Kantarou :)) cari ah, thank you rekomendasinya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saboriman Kantarou ini justru bagi saya susah ditonton karena YA ALLAH GELI BANGET :)))))))))))

      Favorit pribadi justru Wakako Zake, apalagi animenya juga gemes banget, durasi cuma 2 menit dan hanya dibuat 12 episode. Berasa kurang terus pengin nagih tambahan huhu

      Delete
  2. Udah nonton Shinya Shokudo belum kak? Drama ttg makanan juga, plus ada cerita slice of life nya juga~ Bagus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah, tapi nggak saya masukkan di sini karena sebenarnya bukan "tentang makanan"... Gimana ya ngomongnya, tapi beda tipe dengan yang saya sebutkan di sini lah :))))

      Delete
  3. kalau aku nulis drama gastronomi (kind of) tapi serial Korea digebuk ngga?

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete