Sunday, 6 May 2018

"Between me and your work, which one is the more important?"


From my (self-proclaimed) rather extensive Asian dramas and movies repertoire―especially Japanese, I can dare myself to say that despite various level of script quality, executions, tightness of pacing and all that, there has been ONE THING that continuously make my eyebrows knit. Kayaknya mulai dari drama-drama lawas yang mengendap di harddisk hingga judul-judul terkini yang masih airing di Jepang sekarang, situasinya nggak banyak berubah. Setiap ada tokoh profesional perempuan yang masih lajang dan punya rencana menikah, dia selalu diposisikan di mana harus memilih salah satu: pasangannya, atau pekerjaannya. Nggak 100% sih... namun kira-kira 85% skenario ya seperti itu, lah. Sisanya? Melibatkan perempuan profesional yang sudah menikah, punya anak, dan pernikahannya kandas dilibas perceraian. Jadi single mother. Lagi-lagi karena sebab yang sama. Wajib memilih antara pasangan atau profesi. 

Apa-apaan, kan.

Breakup Talk, Exhibit A: "Repeat" , episode 01.

Entah ya bagaimana perasaan orang lain, yang jelas saya pribadi sih nggak terima. The year is 2018 and working women are still asked, "Between me and your work, which one is the more important?" by their male companion. Nyaris setiap kali, para perempuan ini diposisikan pada situasi yang menguji profesionalitas mereka dalam berbagai varian bentuk, seperti kerja lembur, masalah pekerjaan yang mendadak mengganggu waktu pribadi, atau lain sebagainya. Setiap kali pula, para perempuan ini bersikap sebagaimana tenaga profesional. Menunda makan malam bersama, memperpendek waktu kencan, reschedule sleepover di rumah pasangan, pulang larut malam demi menyelesaikan pekerjaan yang jadi tanggung jawab mereka. So much juggling and hustles, only to have their important person break the relationship off due to "lack of attention"I'm so sick of all these repetitive scenes where women get dumped by their partners, love interests, and even spouses, because they cannot prioritize a relationship over a job. Gimana mau nggak kesel? Gimana mau nggak mengumpat? Wooo... skenario tai lencung.

Breakup Talk, Exhibit B: "Seigi no Se" (English title: "Miss Justice"), episode 03.

Berikut beberapa hal yang membuat saya sebal. Meski saya tahu bahwa ada pula situasi di mana pihak perempuan bertanya pada pasangannya mengenai prioritas, terdapat ketidakadilan set-up sehingga saya tidak merasa mampu mengabaikan hal ini dengan argumen, "Ah cewek kadang suka gitu juga kok".

  • DEPENDENCY LEVEL.
Saat perempuan mempertanyakan, "Lebih penting mana antara aku dan profesimu?" di kisah-kisah layar televisi, posisi mereka cenderung diperlihatkan lebih lemah baik secara sosial maupun ekonomi. Tidak punya pekerjaan layak. Bukan dari golongan keluarga terpandang nan mampu. Atau, sudah menikah dan jadi ibu rumah tangga sehingga secara otomatis tidak memiliki penghasilan sendiri. Sementara itu, ketika tenaga profesional perempuan ditanya soal pasangan versus pekerjaan, mereka sudah memiliki karir yang mencukupi. Both parties are financially safe as a working couple. While this kind of question maaaay roots from the same cause, that is partner's insecurity (or.. I don't know, sense of patriarchy?), there are factors which make both situation not exactly comparable; not really apple-to-apple.

  • CONSTANT NEED TO PROVE PROFESSIONALISM.
Ngene lho, Lur. Saya tidak paham alasan kenapa hingga sekarang, tenaga profesional perempuan senantiasa harus membuktikan betapa mereka mampu fokus pada profesinya. Bahkan meski itu menggagalkan kebahagiaan pribadi. Seolah-olah jika para perempuan ini tidak mencampakkan―atau dicampakkan―pasangan hingga keluarganya, mereka tidak dipandang memiliki profesionalisme yang cukup. Padahal laki-laki, meski menerima protes "Kamu sibuk banget" dari orang-orang terdekat, mereka tidak pernah diharapkan untuk membuang karir. Tinggal bikin surprise dinner, ambil cuti untuk getaway trip, beli cincin lamaran, dan yaaa habis perkara. Pasangan mereka sudah tidak bersungut-sungut lagi. So why as if such things are deemed impractical for working women? Why the message is always about how women cannot, or even not supposed to, have both a job and a love life? Siapa lumut kamar mandi yang bikin aturan main busuk begini? 

Breakup Talk, Exhibit C: "Unnatural", episode 01.

  • POOR PORTRAYAL OF WOMEN'S JUDGMENT.
Saya yakin hal ini berkaitan cukup erat dengan poin kedua. Dan sama aja ngeselinnya. Tuntutan berlebihan untuk membuktikan profesionalisme seorang pekerja perempuan menyebabkan munculnya banyak pengorbanan kurang masuk akal yang dilakukan. It seems as if working women can't be wise enough to weigh down and compare the consequences of one action and another. Didukung pula oleh rekan-rekan kerja serta atasan yang seolah tidak peduli apakah si perempuan ini mau acara lamaran pernikahan, mengunjungi anak yang sedang sakit, atau lagi goler-goler kayak sampah di dalam apartemen. Pokoknya asal telepon aja lalu main suruh-suruh kerja lembur dadakan sekarang juga. Bhay.

I freaking hate such a crap

Dipikir-pikir, ironis sekali bagi drama Jepang. Di saat populasi negara tersebut semakin menurun karena keengganan menikah, berumah tangga, dan beranak-pinak, serial televisi dan buku-buku fiksi justru seakan-akan berkampanye bahwa tenaga profesional perempuan tidak sepantasnya memiliki keseimbangan antara hidup berkeluarga dan bekerja. Ya jelas bikin cewek-cewek makin males kan ya... Mikir apa coba Yapan-Yapan itu. Mikir apa coba orang-orang di balik serial televisi negara-negara dengan Budaya Timur?

This kind of bullshit needs to stop. 
FOR REAL.

z. d. imama

3 comments:

  1. Percaya ngga mbak, kalo aku bilang: in real life ketika si perempuan merasa berhasil menyeimbangkan karir dan love lifenya, justru mereka sendiri yang merasa superior dan punya pemikiran bahwa "men can't manage to have a decent career and great married life at the same time as good as me"? Aku jarang sekali nonton drama yapan sih, tetapi fenomena yang terjadi di sekitarku malah sebaliknya��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Komentar ini nggak akan saya tanggapi dalam diskusi karena ditulis anonim, yaaa. Menyembunyikan identitas saat bicara = tidak mau dimintai pertanggungjawaban atas opini maupun kata-katanya. Jadi ya ngapain :)))))

      Delete
  2. Ah, ini pertanyaanku juga tiap nemu adegan-adegan seperti itu di drama-drama. Kayak kesannya perempuan yang punya karir bagus, love life-nya ga bisa bagus. Aku selalu mikirnya mungkin karena pandangan orang-orang di real life juga begitu, jadi di drama-drama juga dibuat skenario ya seperti itu. Menyebalkan yaa? :))

    ReplyDelete