Sunday, 5 November 2017

An obligatory review of Shinobi no Kuni


Jika kalian membaca atau mengikuti akun Twitter saya, barangkali bukan rahasia lagi bahwa saya adalah fangirl Arashi, sebuah boygroup―atau boyband; sumpah deh dua istilah itu hakikatnya sama aja jadi nggak usah dijadiin bahan berantem―asal Jepang di bawah naungan manajemen Johnny's Entertainment. Grup beranggotakan lima orang dengan ciri khas talenta berbeda-beda (serta level kekonyolan tak terhingga meski sudah berusia rata-rata 35 tahun) ini hampir tak pernah absen menduduki peringkat penjualan lagu tertinggi di Jepang. Padahal nggak ada gimmick salam-salaman, boleh kasih hadiah, foto bareng atau sejenisnya. Hebat ya. Saya aja sering nggak ngerti gimana ceritanya first week sales CD fisik bisa tembus delapan ratus ribu kopi.

Lho kok malah ngomongin Arashi?
Lanjut, lanjut.

Pertengahan tahun 2017 kemarin, leader Arashi, Ohno Satoshi, mendapat peran utama di film jidaigeki―berlatar belakang sejarah pra-Restorasi Meiji―dengan judul Shinobi no Kuni. Syukurlah, Japanese Film Festival (JFF) 2017 yang diselenggarakan sejak 2-7 November 2017 ternyata juga memboyong Shinobi no Kuni ke Indonesia. Allahu akbar. Puji Tuhan. Saya segera memesan tiketnya tanpa banyak mikir walau sebelumnya juga sudah beli tiket lain, yakni Yu wo Wakasu Hodo no Atsu Ai. Lagian cuma dua puluh ribu rupiah. Murah meriah. Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Saya harus menunaikan ibadah religius ini. *Belai-belai dompet.*

Tanggal rilis di Jepang adalah 1 Juli 2017 lalu.

Alkisah, ketika penghujung sengokujidai (semacam 'civil war period') di Jepang dulu, pemerintahan Oda Nobunaga dengan ambisinya menguasai seluruh Jepang telah berhasil menaklukkan satu demi satu wilayah-wilayah negeri matahari terbit itu. Tapi ternyata ada sebuah wilayah yang bahkan dia sendiri tidak berani mengusik, yakni Provinsi Iga. Tanya kenapa? Sebab Iga merupakan kampung halaman ninja-ninja bayaran yang terkenal kuat, bengis, dan tak kenal ampun. Rupanya jiper juga Oda Nobunaga. Jadi yang diserang daerah-daerah yang menurut dia lebih lemah saja. Pokoknya jangan Iga, deh. Ibarat para penegak hukum Indonesia yang beraninya cuma nangkepin penyebar meme, tapi Setya Novanto nggak diproses dan malah KPK disuruh membatalkan status tersangkanya. Eh, gini bukan sih cara mainnya?

Letak posisi Provinsi Iga dalam peta (bagian warna cokelat muda)

Hiduplah Mumon (Ohno Satoshi), yang mengklaim diri sebagai sosok ninja terkuat se-provinsi Iga namun punya sisi lain di balik kehandalannya: pemalas. Jagoan tapi malesan. Wow. Sungguh life goal. Sebagaimana ninja-ninja lain di Iga yang hanya peduli soal meningkatkan skill dan uang imbalan, pertanyaan wajib yang terlontar dari mulut Mumon setiap kali mendapat misi baru adalah: "Siapa nih yang mau bayar?" Apalagi Mumon merasa dia perlu banyak duit untuk menarik perhatian sekaligus menyenangkan istrinya, Okuni (diperankan oleh Ishihara Satomi), yang menurut saya sifatnya rada-rada kayak sosialita khas zaman itu. "Nggak ada seorang pun yang kutakuti selain istriku," demikian kata Mumon. Sayangnya, a series of twists and turns of events menyebabkan Iga beserta ninja-ninjanya harus menghadapi serangan pasukan di bawah perintah Oda Nobukatsu (Chinen Yuri), anak lelaki Oda Nobunaga, yang berkuasa di daerah tetangga, Provinsi Ise. Mumon yang selama ini selalu cuek-cuek saja dengan nasib orang lain pun terbelit dilema. Apakah dia tetap tinggal dan bertarung? Atau memilih kabur secepat kilat menyelamatkan diri sendiri, pergi sejauhnya dari Iga?

Enakan opsi kedua, sih. Tapi...?

Oda Nobukatsu ikut terjun ke medan pertempuran.

This is a film created with a good, believable story as a strong foundation, presented with a good directing, and carried-out well with an ensemble of great casts. I'm not making those up just because I love Ohno Satoshi, no. Satu hal yang paling membahagiakan dan menyenangkan dari menyaksikan Shinobi no Kuni adalah jajaran aktor dan aktris yang mampu membawakan karakter-karakter mereka dengan baik. They sure can do their jobs. Even Chinen Yuri, the youngest one of the lineup did remarkable work. The unconventional, funny, yet endearing chemistry between Mumon and Okuni reached my heart effortlessly. Ishihara Satomi mampu memaksimalkan screen time dia yang terbilang sedikit jika dibandingkan durasi film, dan saya rasa ini menunjukkan kompetensi aktingnya. Coba seandainya tokoh Okuni diperankan *uhuk* Takei Emi atau *uhuk* Arimura Kasumi yang medioker itu. Ambyar, deh.

Shinobi no Kuni, dengan action scenes yang intens sekaligus lucu―karena sering tidak masuk akal alias over the top khas ninja-ninja dalam kisah fiksi―dan banyaknya adegan kekerasan, diberikan rating 21+ untuk penayangan di JFF 2017. The progressiveness of the story is excellent, rather gripping, and well-thought. Setengah bagian awal film sangat, sangat menghibur, dan menyerang penonton dengan peristiwa demi peristiwa secara bertubi-tubi yang membuat saya tidak terpikir untuk mengecek ponsel yang aslinya juga tidak membawa chat, pesan, apalagi missed calls dari siapa pun. Satu-satunya kekurangan Shinobi no Kuni yang terasa mencolok adalah tersendatnya aliran cerita di tengah-tengah film. Insiden seret ini sebetulnya cuma sebentar, sebab intensitasnya segera naik lagi, tapi bagi saya jadi menonjol karena boleh dibilang nggak ada hal lain yang bisa dipermasalahkan.



Ohno Satoshi shines as Mumon. Even brighter than Rihanna's diamond. Dipikir-pikir, saya kayaknya belum pernah melihat dia main film berantem-berantem and he amazingly pulls it out for this one. Ohno Satoshi why are you so full of surprises??? Adegan klimaks yang menampilkan Mumon berduel jarak dekat membuat saya hampir lupa bernapas saking tegangnya. Shinobi no Kuni is a fun 127 minutes ride packed-full with joyous moments that will pull enthusiastic cheers and laughter from its audiences, and yet at its serious scenes, you can feel something tugging inside your chest. I give this one a solid 8.8.

Panitia JFF 2017 agak rese karena hanya memberikan slot satu kali penayangan untuk Shinobi no Kuni, yakni tanggal 4 November 2017 jam 20:40. Wajar kalau studio penuh sesak. Full house. Sebagian besar isinya fangirl Arashi yang beli tiket lewat acara nonton bareng buatan fanbase-fanbase lokal pula. Semoga CGV bersedia mempertimbangkan untuk menayangkan film ini di luar event JFF, sebab saya saja masih kepengin nonton lagi. Sekaligus supaya yang belum sempat kebagian tiket, atau mendadak jadi berminat menyaksikan setelah baca review semenjana ini―boleh kan ge-er sedikit―juga bisa menikmati Shinobi no Kuni.

(UPDATE: Shinobi no Kuni ditayangkan secara reguler di sejumlah lokasi CGV dan Cinemaxx, mulai tanggal 8 November 2017. Silakan cek jam tayang lewat situs bioskop bersangkutan.)

Great words to live by, Mumon.

*P.S.: Semua screenshots diperoleh dari trailer Shinobi no Kuni. DVD dan Blu-Ray baru akan dirilis Februari 2018 nanti.

z. d. imama

2 comments:

  1. Saya ngga baca isi blog Mbak Zi ini karena belum nonton, kemarin udah nunggu tapi kursinya penuh (atau best view seatnya udah abis) jadi langsung skip ke kolom komen. Semoga aja suatu saat CGV mau menayangkan film ini, dan mungkin “Last Recipe” juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tayangnya malah di Cinemaxx (x-nya dua atau tiga sih ya Allah ngga ngerti), mas, mulai hari ini. Tapi entah kenapa saya cek di situsnya malah belum (atau tidak????) ada jadwal penayangan di Jakarta. Paling dekat di Cikarang. Mau nangis lemak aja.

      Delete