Sunday, 30 April 2017

First Giveaway!

Sunday, April 30, 2017 9

Yes, you read that right.

Ini memang pertama kalinya saya mengadakan event giveaway seumur-umur aktif ngeblog. Alasannya sederhana: lemari buku di kamar kos saya yang memang kecil mungil ini mulai penuh dan saya butuh sedikit ruang karena Detektif Conan belum juga tamat. Ambisi mengumpulkan komik tersebut sampai akhir cerita masih membara, kawan-kawan sekalian, sehingga dengan berat hati saya harus menyisihkan beberapa buku-buku dari lemari semenjana ini.

Tumben bikin giveaway?

Jangan salah. Saya tidak sedermawan itu kok. Terus terang awalnya saya ingin menjual mereka sebagai secondhand books (maklumlah, saya hanya rakyat kecil kere ceremende yang default condition-nya adalah tidak punya uang), sebagaimana Metro 2033 dan World War Z yang pernah saya jual di postingan tahun lalu demi bisa pulang kampung. Tapi saya bingung bagaimana mau mematok harga karena saya inginnya buku-buku ini bisa berpindah tangan seluruhnya... Berharap ada yang berkenan menerima mereka semua tanpa sisa.

Iya, se-desperate itu.

Lemari saya sudah berasa KRL Jabodetabek saat rush hours di hari kerja. Sumpah. Maka langsung saja saya paparkan judul-judul yang menjadi peserta giveaway edisi perdana kali ini.


Agatha Christie

Edisi bahasa Indonesia. Total ada tujuh buku seperti di foto, terdiri dari The Hound of Death, Cards on the Table, Death in the Clouds, Mrs. McGinty's Dead, The Labours of Hercules, The Adventure of the Christmas Pudding, dan Hallowe'en Party. Untuk sinopsis masing-masing buku (jika kalian merasa perlu tahu gambaran kisahnya terlebih dahulu), bisa ditelisik sendiri di Google, ya. Habis banyak sih... masa mau dituliskan semua satu per satu di sini? (Status update: BOOKED.)


To All the Boys I've Loved Before

Edisi bahasa Indonesia juga, karangan Jenny Han. Setahu saya, buku ini kayaknya bagian pertama dari trilogi, tapi saya belum sempat membaca buku-buku lanjutannya. Cukup menyenangkan dan ringan. Terjemahannya juga relatif enak dibaca meskipun secara pribadi tetap tidak akan sanggup melampaui kualitas translasi junjungan saya, almarhumah Listiana Srisanti. (Status update: BOOKED.)

Vanishing Acts

Edisi bahasa Indonesia, karangan Jodi Picoult, yang merupakan penulis buku My Sister's Keeper (sudah dibuatkan adaptasi filmnya dengan Cameron Diaz dan Abigail Breslin sebagai main casts). Mengisahkan tentang Delia Hopkins, yang hidupnya seolah telah sempurna, tak pernah dirundung perkara berarti sepanjang usianya. Tapi ketika dia hendak merencanakan pernikahan, muncullah kepingan-kepingan kenyataan dari masa lalu yang mengacaukan masa kininya dan membuat Delia mempertanyakan banyak hal. (Status update: BOOKED.)

Maddah

Beberapa waktu lalu ada film berjudul "Danur" yang dibintangi Prilly siapalah-itu-namanya kan? Nah, Maddah adalah semacam sekuel dari versi novel Danur. Sama-sama karangan Risa Saraswati. Iya, buku ini juga berbahasa Indonesia, penulisnya pun orang Indonesia...


The Firm

Edisi bahasa Inggris, saya beli di event Big Bad Wolf Jakarta tahun 2016 lalu (tuh lihat label harganya masih menempel). Ini novel debut John Grisham, mantan pengacara yang akhirnya banting setir menjadi penulis novel-novel kriminal semenjak dua buku pertamanya, The Firm dan A Time to Kill laris manis di pasaran. The Firm mengisahkan tentang seorang pengacara muda yang direkrut sebuah law firm dengan bayaran menggiurkan dan berbagai benefit mempesona, tapi lama-kelamaan mulai terasa ada yang tidak beres dengan tempat kerjanya. Saya cukup suka buku ini namun kurang suka dengan desain kavernya... sehingga saya putuskan membeli satu lagi dengan desain kaver berbeda beberapa waktu lalu, dan yang ini di-giveaway-kan saja. (Status update: BOOKED.)

Hahaha.

Bagi kalian yang berminat, bisa kontak saya via e-mail di coldbutterbeer@gmail.com, via LINE di chocolatefudgecake, atau tinggalkan pesan di fitur "Leave Me Messages!" pada bagian bawah blog ini dan sebutkan buku-buku mana yang kalian inginkan. Biaya bukunya gratis, hanya perlu mengganti ongkos kirimnya baik melalui jasa pos/JNE ataupun Go-Send/GrabExpress (untuk area Jakarta dan sekitarnya). Mohon maaf saya nggak punya cukup kekayaan untuk menggratiskan biaya kirim. Harap dimaklumi. *Pasang tampang memelas.*

Adakah buku yang kalian mau?


UPDATE 2017/05/03:

Buku-buku yang saya giveaway-kan di halaman ini sudah ter-booking semua kecuali Maddah (Kalian kenapa sih, guys? Nggak berminat sama buku karya penulis lokal ya?). Jadi bagi yang masih berkenan mendapatkan buku tersebut, silakan menghubungi saya melalui tiga cara di atas. Terima kasih banyak untuk teman-teman yang telah berpartisipasi dalam giveaway perdana saya! Padahal tulisan ini diunggah hampir tengah malam, tapi ternyata saya cukup mendapat banyak respon kilat.

*Menangis terharu di sudut kamar.*

z. d. imama

Thursday, 27 April 2017

Reviewing what I'm reading: Akatsuki no Yona

Thursday, April 27, 2017 8

Sudah pernah tersampaikan di blog ini belum kalau membaca adalah sebuah aktivitas favorit saya? Jika ditanya, bacaan yang paling sering saya jamah adalah novel fiksi, komik, dan kertas pembungkus gorengan. Tenang saja, buku pelajaran dan LKS juga masuk jajaran sepuluh besar bahan bacaan yang kerap saya pegang kok. Broadcast hoax via WhatsApp justru sangat jarang saya baca, sebab biasanya ketika ada yang mengirimkan pesan broadcast sepanjang episode Tukang Bubur Naik Haji, langsung saya lewati saja.

Anyway, berbicara tentang komik... meskipun saya relatif terbuka dengan berbagai genre dan target usia, tak bisa dipungkiri bahwa guilty pleasure saya adalah membaca beraneka judul shoujo manga. Nah, apakah yang disebut "shoujo manga" ini? Mari langsung konfirmasikan saja dengan Google supaya tidak terjadi kebingungan.


Mungkin sama seperti saat menyaksikan serial Ameriki bergenre com-rom atau sit-com, hal paling membuat saya hobi ngulik beragam judul shoujo manga adalah karena kisahnya tidak banyak istilah teknis ala-ala sains fiksi atau cerita detektif. Tinggal tergantung latar cerita dan world building-nya saja, tapi secara umum shoujo manga termasuk mudah dimengerti tanpa harus berpikir terlalu serius. Nggak kayak film-film bikinan Nolan yang lagaknya cerdas.

Saya yakin kalian sejatinya sudah cukup familier dengan shoujo manga. Sailor Moon, Card Captor Sakura, dan Magic Knight Rayearth yang pernah saya buatkan ulasannya di sini juga termasuk contoh shoujo manga lho! Belakangan, ada satu judul shoujo manga yang membuat saya sungguh tergila-gila. Ngefans betul. Terjerumus, terjerembap, terperosok, terjebak di dalam liang laknat penuh letupan emosi khas fangirl.

Akatsuki no Yona

"The girl standing in the blush of dawn", kata subtitle versi Inggrisnya.


Tokoh sentral di Akatsuki no Yona adalah seorang putri Kerajaan Kouka, Yona, yang kabur dari Kastil Hiryuu bersama Jenderal Besar pasukan militer kerajaannya (sekaligus teman sepermainan Yona sejak kecil), Son Hak. Iya, nama karakternya memang agak unik karena dengar-dengar Kusanagi Mizuho, pengarang Akatsuki no Yona, membasiskan kisah ini pada legenda dari Taiwan.

(Mencoba setengah mati menahan diri untuk tidak membuat joke Taiwan = Tainya Wawan.)

Kenapa Yona harus kabur dari kastilnya? Apakah dia anak bandel yang sedang mengalami rebellious phase? Sayang sekali tidak begitu. Ayah Yona, Raja Il, mati dibunuh pada suatu malam yang merupakan perayaan ulang tahun Yona, dan tahta kerajaan pun direbut. Demi menyelamatkan diri, Yona ditemani Hak―kalau dalam lafal Jepang, diucapkan sebagai "Haku"―terpaksa mengembara ke seluruh penjuru kerajaan, berpetualang berdua, mendaki gunung melewati lembah hingga berjumpa seorang biksu dekil kurang terawat bernama Ik Soo. Berkat nasihat dan 'wahyu' yang disampaikan Ik Soo, Yona dan Hak pun meneruskan perjalanan mereka dengan tujuan baru: mencari empat orang titisan dewa naga untuk diajak bergabung dan meminjamkan kekuatan yang mereka punya.

Ada versi anime juga.

Untuk ukuran shoujo manga (yang rata-rata ceritanya habis di buku volume kesepuluh atau lebih-kurang segitu), Akatsuki no Yona ini boleh dikategorikan panjang sekali karena sudah memasuki volume ke-23... kayaknya. Tahu deh kalau sudah nambah.

Akatsuki no Yona terhitung cukup populer di Jepang. Mungkin malah bisa dibilang sebagai salah satu shoujo manga terpopuler saat ini. Biarpun kisahnya panjang, tidak ada perasaan "Wah ini sih sengaja diulur-ulur!" sama sekali. Pacing-nya menyenangkan, believable, dan tidak ada kesan terburu-buru kayak lagi dikejar penagih hutang. Semua tokoh punya sisi abu-abu, manusiawi, bawaannya bikin kita selaku pembaca kepengin sayang. APALAGI CHEMISTRY ANTARA YONA DAN HAK SUNGGUH MENYIKSA KALBU YA RABB MAU DIKEMANAKAN HATI PARA PEMBACA????


Tolong ya Mas, yang begini tuh pelanggaran?? MANA KARTU KUNING MANA???

Rilisan bab terbaru Akatsuki no Yona terbit dua minggu sekali di Jepang. Menunggu scanlation-nya keluar di internet sih tergantung suka-suka fansub community. Versi bahasa Indonesia sendiri sudah diterbitkan oleh MnC!, tapi seingat saya sejauh ini baru keluar sampai volume ke-16. Long story short: masih tetap harus tersiksa dengan penantian demi mengetahui lanjutan cerita. Satu hal lain yang menarik adalah: Akatsuki no Yona termasuk dalam sedikit dari shoujo manga yang mendapatkan rating 17+ di pertengahan kisah karena unsur kekerasan (dan bukan disebabkan oleh adanya kegiatan hohohihe). Adegan berantem ditunjukkan tanpa malu-malu walau masih terkesan 'bersih'―maksud saya, kalian kalau mencari panel berisi gambar usus terburai juga nggak akan ketemu―dan digambar dari sudut yang eye-catching. Hampir tidak ada bagian-bagian cerita yang semata-mata hanya untuk fanservice. Each page, each panel, has their own contribution and meaning to story developmentThis one definitely goes into Top Picks category, hands down.

Agak sulit sebetulnya untuk membicarakan penilaian berbasis angka, padahal kisahnya sendiri belum tamat. Namun bagi saya, yang emosinya sukses dijungkirbalikkan sepanjang membaca Akatsuki no Yona, manga ini bernilai 8.7/10. Tadinya mau kasih 9/10 tapi jeda di antara update-nya yang cukup panjang dan bikin senewen membuat saya merasa harus memangkas poin. Elo pikir nunggu itu kegiatan yang enak? Hah? Hah? #Sewot

Bagi kalian yang tidak keberatan ikut terjangkit wabah mabok Akatsuki no Yona, scanlation manga ini bisa dengan mudah ditemukan di situs-situs semacam Mangafox, Kissmanga, dan teman-teman seperjuangannya. Saya sih menyarankan Manganel (soalnya situs tersebut bisa load satu bab penuh, nggak cuma halaman demi halaman).


Percayalah, kalian tidak akan menyesal.
*Senderan di dadanya Son Hak.*

z. d. imama

Friday, 21 April 2017

What is considered 'cool' (but it's not, really)

Friday, April 21, 2017 13

I want to live up to my self-proclaiming name as a 'whiny blogger' and now I am back again with another episode of random thinking whining.  Sebab bagaimana pun juga, konsistensi itu perlu di dunia yang penuh perubahan ini. Sebenarnya apa yang akan saya bahas sudah cukup lama berseliweran di kepala, tetapi sampai kemarin belum ada sesuatu yang benar-benar membuat saya terpelatuk dan merasa "Kayaknya ini mendingan ditulis di blog saja deh daripada isi kepala makin berisik..."

As long as I live, never once I was a 'cool' kid. I had my share of being 'famous' but it was either because of my body weight or my grades. Whom, you know, other kids tend to avoid (nobody likes ugly, fat girl who is top of her class). Apalagi kondisi ekonomi keluarga yang tidak memberikan saya privilese tertentu untuk masalah 'pergaulan'. Saat saya kelas 6 SD dan Nokia 6600 serta Nokia N-Gage adalah semacam "Anak Gaul Starter Pack", saya punya ponsel pribadi saja tidak. Saya tidak mengeluh sih, tapi kadang-kadang geli juga kalau mengingat betapa masa-masa kanak-kanak dan remaja saya krisis 'memori istimewa' sebagaimana yang digembar-gemborkan sebagian orang.

I'm sorry, my younger self.

Namun entah kenapa, saya semacam ingin protes terhadap segregasi 'cool' versus 'uncool' ini. Sebab saya tidak merasa bahwa banyak hal yang dianggap 'keren' adalah 'benar-benar keren'. Kalau dibilang beda perspektif sih rasanya tidak juga. Tapi kalau perbedaan standar decency... bisa jadi. Nggak usahlah bergaya moderat dengan ngomongin perspektif-perspektif segala, toh Edogawa Conan juga setuju kalau kebenaran hanya ada satu. *Kemudian dilempar sabit rumput*

Terus terang, saya tidak menemukan apa yang keren dari hal-hal berikut:

1. This kind of thing.

Lokasi di Kyoto (kemungkinan hutan bambu Sagano di Arashiyama).
Foto dari @icblues.

Sejak dulu saya menganggap mencorat-coret (atau mengukir-ukir) batang pohon, kursi, atau segala benda yang digunakan masyarakat umum adalah kelakuan norak. Tidak terdidik. Tidak memahami tujuan adanya suatu benda dan alasan mengapa harus dijaga bersama-sama. SIAPA SIH INI ANDIKA DAN TITIS/TILIS? Sumpah, saya semacam ingin mendoakan semoga mereka mencret tiga tahun nonstop nggak ada obat. Apanya yang keren sih dari bertamu ke negara lain lalu mencorat-coret pepohonan di tempat wisata? Merusak atau mencoreti benda/fasilitas umum di negara sendiri saja sudah norak, lah malah di negeri orang juga...

Bagi saya sih, ini kurang ajar. Atau bego.
Atau dua-duanya.

2. This kind of thing

Lihat komentarnya bikin pengin istighfar...

Keramaian soal foto Instagram Djenar Maesa Ayu ini terjadi beberapa waktu yang lalu, dan, meskipun sudah diklarifikasi oleh DMA (namanya panjang, saya capek) dengan pernyataan dan beberapa foto bukti bahwa beberapa meter di depan pilar itu ada smoking area―saya masih tetap terusik dengan pesan yang diusung foto tersebut (serta reaksi-reaksi sejumlah orang). 

#BadExampleIndeed.
"Yes officer. I did see the no smoking sign but I didn't see you."

She's supposed to be 'budayawan'. Tapi justru dengan bangga 'mempromosikan' sikap dan perilaku seperti ini... lagi-lagi di negeri orang lain. Jadi ya bukan hal ajaib ketika kita ngomel sama segerombolan anak-anak yang naik motor boncengan bertiga (kadang malah berempat empet-empetan) tanpa helm, jelas belum punya SIM, kelakuan mereka justru dijustifikasi orang-orang dewasa dengan alasan, "Ah deket kok cuma keliling komplek," atau, "Ah nggak apa-apa toh nggak ada polisi". 

Lebih sedih adalah ketika orang-orang membela―bahkan tak jarang menyanjung dan mengelu-elukan―hal-hal yang melanggar hukum seperti ini dengan menyebutnya "rebel". Yaa Rabb. Tabok pakai kamus juga nih. Tolong bedakan dong, antara menjadi "rebel" dengan menjadi "offender". Emang susah ya ngomong sama bubur ketombe.

3. This kind of thing

Ini juga sumbernya dari @icblues. Lokasi: Bandara Haneda.
Sampah bekas makanan turis Indonesia yang tidak dibereskan.

Bangsa kita ini sepertinya selalu ingin dilayani. Alias "mental ndoro". Atau, kalau mau lebih sopan, banyak dari masyarakat kita yang terbiasa melimpahkan kesalahan dan dampak dari hasil perbuatannya kepada orang lain. Mau contoh? Ingat nggak saat kita kecil dan terjatuh, tersandung, atau menabrak sesuatu, pasti ada orang dewasa yang justru bilang, "Ih mejanya nakal!" sembari nabok meja yang kita tabrak? Melimpahkan beban (dalam kasus ini kesalahan) pada pihak lain, padahal kita saja yang jalannya nggak belum becus.

This is absolutely not 'cool'. Mental Ndoro is not a cool thing. Your comments of "Ah nanti kan juga ada yang beresin" is not a cool response. Okelah kalau ingin manja-manja, ingin dilayani ketika di rumah ada yang mengurus, punya asisten rumah tangga. Tapi ketika pergi ke negara lain yang punya prinsip kemandirian dan kebersihan, FOLLOW THE FREAKING RULES.  Bisa beli tiket ke Jepang tapi nggak bisa buang sampah yang dihasilkan sendiri tuh apa-apaan sekali. Berduit tapi nggak beradab.

Sekian dulu episode ngomel hari ini.
*Turun mimbar*

z. d. imama

Thursday, 6 April 2017

And so... goes my resignation letter.

Thursday, April 06, 2017 13

*Sungkem kepada Tante Britney.*

Sebagaimana yang sudah ter-spoiler-kan oleh judul postingan blog kali ini: saya memutuskan berhenti dari kantor lama saya. Pindah kerja ke kantor baru. Belajar lagi. Kenalan sama semua orang lagi. Sebetulnya nggak bisa dibilang 'resign' juga sih... karena memang masa kontrak saya sudah habis (maklum masih PKWTーsilakan di-google jika merasa asing dengan istilah-istilah semacam ini hahaha) dan tidak memperpanjang saja.

Saya tidak akan panjang lebar membahas sebab-sebab kenapa saya memilih berhenti dari kantor lama. Nggak seru. Tapi berhubung kantor lama notabene adalah tempat kerja perdana saya, ternyata ada emosi-emosi tertentu yang secara seenaknya menyeruak dari dalam dada tanpa saya kehendaki. Atau istilah gampangnya: diam-diam baper.

Pindah kantor ternyata bisa sebaper ini.

Sumpah saya baru tahu.

Entahlah. Barangkali karena sebenarnya saya sangat menyukai atasan saya di kantor lama. Orangnya kurang lebih seusia dengan ayah saya sendiri dan beliau benar-benar baik. Banyak mengajari saya berbagai hal. Lucu pula. Teguran-teguran yang disampaikan ketika saya melakukan kesalahan tidak pernah disampaikan secara tak enak. Tuh kan, mengingat Pak Bos kantor lama begini saja rasanya saya kepengin menangis. Sungguh lemah hati saya ini. Kray.

Tapi ya... disebabkan oleh berbagai hal (dan semoga tentu saja demi kemaslahatan diri sendiri), saya memang harus pindah kantor. Masih banyak yang ingin saya pelajari dan lakukan. Syukur-syukur berhasil menemukan pekerjaan yang memang menjadi idaman. I'll try to do my best even from now on.

*Mengepalkan telapak tangan dan meninju udara.*

z. d. imama