Sunday 26 February 2017

Mother Game (How You Play Parenting Game)


Japanese drama (atau disingkat J-drama) merupakan soap opera alias sinetronnya televisi Jepang. Sekadar trivial information, saya suka sekali menonton dan mengoleksi J-drama. Entah sudah berapa terrabyte memori HDD eksternal saya habis demi menyimpan semua file tersebut. Sungguh Budak Yapan yang hakiki, bukan? Menurut saya pun, ada beberapa poin dari drama Jepang yang masih lebih menarik dibandingkan Korea, baik dari segi kisah maupun penuturan. Selain itu, J-drama cenderung lebih kompleks dan padat, tidak bertele-tele, karena satu serial biasanya hanya 6-12 episode sudah tamat. Sangat mudah diikuti bagi kaum dengan commitment issues seperti saya. Bandingkan dengan drama Korea yang rata-rata dua puluh sekian episode.

Apalagi Tukang Bubur Naik Gaji, eh... Haji.

Saya hendak mengisahkan sedikit tentang J-drama yang belakangan saya tonton dan anggap bagus. Well, yeah, I must admit, as much as I love Japanese dramas, sometimes I find one or two series that feel quite 'meh'. Biasanya yang begitu gara-gara aktor dan aktrisnya masih ABG. Maklum, baru debut, kualitas aktingnya rata-rata masih kaku kayak kanebo kering. Nah, J-drama terbaru yang nyangkut di hati saya kali ini berjudul:

Mother Game.


Tayang di Jepang tahun 2015 lalu, dan rating-nya di AsianWiki mencapai 92%. Tinggi banget kayak apartemen-apartemen Agung Sedayu. Bisa ditebak dari judulnya, kisah Mother Game adalah seputar kehidupan menjadi seorang ibu. Tapi dikemas dalam setting dan alur yang menyenangkan, menegangkan, nyata, dan sekaligus hangat.


Kamahara Kiko (diperankan Kimura Fumino) adalah seorang single mother dari anak laki-laki umur lima tahun bernama Haruto. Alasan jadi single mother? Biasalah, dulu nikah muda, punya anak, eh ternyata hari ke hari suaminya makin nggak jelas dan nggak bisa diandalkan sehingga akhirnya mereka bercerai. Same old story, people, same old story. Sebagai orang tua tunggal yang harus bekerja demi menafkahi keluarga kecilnya, Kiko pusing karena pekerjaannya menuntut dia menggunakan jasa penitipan anak, namun ternyata tempat-tempat penitipan anak yang terdaftar dalam program pemerintah (alias gratis) antriannya panjang sekali. One thing turns to another, dan Kiko kebetulan bertemu dengan Naraoka Fumi, seorang ibu-ibu yang mengaku sebagai kepala Taman Kanak-Kanak Shizuku. "Gimana kalau Haruto didaftarkan saja ke TK kami? Kan bisa bermain sambil belajar," begitu tawaran sang ibu-ibu.

Berhubung butuh... diiyakanlah tawaran tersebut oleh Kiko.

Ternyata oh ternyata, Taman Kanak-Kanak Shizuku merupakan TK elit yang terkenal di kalangan kaum menengah atas (beberapa rada ngehe juga sih). Setiap hari seluruh murid diantar ibu mereka masing-masing naik mobil mewah. Ibu-ibu ini pun selalu pakai barang mahal tiap mengantar anaknya. Semacam pamer harta dan menjaga kasta. Hanya Kiko yang jelata. Pakai baju biasa, Haruto diantar dengan sepeda.


Setiap episode Mother Game mengangkat kisah hidup Kiko dan para ibu-ibu di TK Shizuku. Perjuangan mereka sebagai istri dan orang tua, sekaligus sebagai perempuan pada umumnya. Diperlihatkan pula Kiko, satu-satunya #SobatKizmin di sekolah elit, berusaha mendobrak hierarki dan melakukan perlawanan terhadap tekanan-tekanan yang dia terima dari beberapa ibu-ibu lain. Saya suka bagaimana drama ini menyampaikan episode demi episode. Memperlihatkan Kiko yang tadinya sempat jadi musuh bersama (berhias bisik-bisik, "Ini ngapain anjir ada gembel nyasar di sini?" dari kanan-kiri), lambat laun mulai memperoleh tempat di tengah-tengah ibu-ibu kelas atas, berkat keberanian dan ketulusannya.


Jujur saja, minat saya untuk mulai nonton Mother Game timbul bukan disebabkan oleh judul maupun ringkasan ceritanya yang terdengar menarik. Tetapi karena mbak Kimura Fumino jadi tokoh utama. Iya, faktor bias. Persis seperti ketika saya memutuskan nonton The Girl on the Train cuma gara-gara ada mbak Emily Blunt. Mohon maaf, saya memang orangnya begini.

Di mata saya, Kimura Fumino adalah satu dari aktris Jepang favorit saya yang aktingnya terbilang jago dan terlihat sangat alami. Kayak nggak pakai usaha. Nggak takut ekspresi mukanya tampak norak bahkan jelek di depan kamera. Nggak jaim. Tapi anehnya, walau Kimura Fumino selalu all out dalam berakting, entah kenapa lihat wajahnya saja sudah bikin hati saya adem. Seolah-olah ada aura khusus yang menguar dari dalam. Jenis orang yang―bagi saya―dipandang berkali-kali pun tidak akan bosan. I can spend hours just looking at her face and feeling at ease.



Tetapi ternyata dalam perjalanan menyimak episode-episode Mother Game, saya menemukan kejutan menyenangkan lain. Sosok Naraoka Shinnosuke, wali kelas Haruto, diperankan oleh Seto Koji (yang juga adalah salah aktor favorit saya karena ganteng banget yaa Rabb). Saya sedikit kaget melihat di sini Seto Koji memerankan sosok guru, mengingat dia lebih sering mendapat karakter anak muda yang cengengesan dan semau gue―menyesuaikan pembawaannya yang manis dan cenderung asik.

But then again, I wouldn't bother complaining if I had a teacher who looks like this.


*Ngelap iler yang berceceran di muka karena kebanyakan halu.*

Untuk Mother Game saya sematkan rating 9.5/10. Sebagus itu, kok. Alur ceritanya dituturkan dengan baik, kecepatan perkembangan cerita juga believable. Total ada 10 episode, yang mana intensitas masing-masing episode terbilang kompetitif. Tidak ada yang berlebihan, tidak ada yang terlalu santai atau draggy. Porsi adegan serius dan santai, bahkan konyol, cukup berimbang. Konflik-konflik yang dialami setiap ibu-ibu TK Shizuku bervariasi: mulai dari korban pernikahan paksa (dan jatuh cinta pada orang lain setelah sudah terlanjur punya anak), hidup dalam tekanan mertua yang terlalu dominan, suami otoriter, ada pula yang stres karena nggak ngerti apa yang dipikirkan anak remajanya. Itu semua boleh dibilang sebagai masalah-masalah yang memang dekat dengan realita, perkara yang tidak aneh ditemukan di balik pintu tertutup sebuah rumah tangga.

Kualitas produksi drama ini top-notch. Bisa terlihat dari berbagai detil termasuk pengambilan gambar, pernak-pernik properti, akting, kostum (bahkan baju-baju milik Kiko tidak pernah ada yang fashionable), dan lain-lain. Saya sama sekali tidak menyesal melenyapkan 11GB free space dari HDD eksternal saya agar drama ini bisa tersimpan aman. One of the best J-dramas I have ever watched, and this is definitely going up to the first half of the list.

Jadi single mother sungguh penuh perjuangan.

z. d. imama

8 comments:

  1. Wait, Seto Koji as in Seto Koji in Kamen Rider Kiva yang jadi Wataru Kurenai?

    WHOA! LOOK HOW MANLY HE IS NOW?
    *kaget karena ngeliat Seto Koji yang rada letoy waktu jadi Wataru*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seto Kouji sekarang memang asoy banget huhuhu... Saya tidak kuasa untuk tidak klepek-klepek :")))

      Delete
  2. BANYAK AMAT YAK LIST DORAMA YANG KUDU DITONTON!

    *lupa kemaren dapet rekomendasi apa aja*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Chika pasti anime-anime yang kemarin ngopas dari aku aja belum ketonton .__. #menuduh

      Delete
  3. Entah mengapa saya belum pernah tertarik ngikutin J-Drama maupun K-Drama. Mungkin akan suka jika saya sendiri yang menjadi pemeran dramanya. Bhahahak

    ReplyDelete
  4. wowo tinggi amat 9.5 tapi anti mainstream nie kayaknya, mengangkat dilema emak2 disana. atau karena J drama ya. biasanya kan yg rame di Indonesia K drama yang ada cinta2 an..

    ReplyDelete
  5. Satu lagi: nonton resident evil cuma gara2 mb milla jopopikh!

    ReplyDelete
  6. Kalo ada copy serial ini, bolehlah dibagi. Karena baca review ini, saya sudah nonton streaming sampai episode empat. Dari kemarin saya mau nonton episode selanjutnya, tapi internetnya lemot ._. Nonton di ondramanice.io dan kissasian.ch dari tadi gak selesai-selesai karena refresh terus :(

    ReplyDelete