Sunday 29 May 2016

One Day, with A Little Bit of Everything


yesterday I spend minutes and hours of silence wondering and pondering.
about a lot of things. and it causes a jumbled feelings inside of me, with which honestly I don't really get along well.

semua berawal dari keputusan saya mengikuti sebuah kegiatan bernuansa sosial yang rencananya akan diselenggarakan pada pertengahan bulan Ramadhan. lalu, sebagai 'pemanasan', kemarin diadakan aktivitas sejenis dengan skala jauh lebih kecil untuk memberikan gambaran kepada para sukarelawan Ramadhan amatiran supaya mereka tahu kira-kira pekerjaan apa yang menanti kami saat bulan puasa kelak.

and by 'sukarelawan Ramadhan amatiran', I meant me.
of course it's not just me, but pretty much of it is me.


kemarin siang saya bersama-sama belasan orang relawan lainnya membagikan makanan dan bahan makanan di daerah utara Jakarta. dan ternyata setelah tiba, saya baru ngeh kalau ternyata lokasinya adalah tempat pemukiman penduduk yang terkena penggusuran.

that day,
I saw a lot of anger there.
ada banyak kemarahan. kalimat-kalimat mengutuk pemerintah yang ditulis dengan berbagai warna cat tertera di mana-mana. I saw many things and some, from actual good protest sentences to another completely different stuff that is purely a form of anger manifestation.

dan namanya juga lokasi penggusuran.
EVERYTHING is in ruins. debris, debris, and debris everywhere. orang-orang yang dulunya tinggal di pemukiman di wilayah situ dipindahtinggalkan ke beberapa tenda-tenda darurat. sekadar untuk penggambaran, kondisi tenda dan lokasinya bahkan kalah jauh dibandingkan tenda regu saya semasa Jambore Nasional pas SD dan SMP dulu. hampir tidak ada permukaan tanah datar. semuanya penuh puing bangunan--so please imagine living and sleeping on that kind of surface. semacam berada 24/7 di atas 'sandal terapi kesehatan' raksasa, but much worse.

di sini saya terperangah bingung karena reruntuhan bangunan menunjukkan bahwa rumah-rumah yang tadinya ada di sana sudah cukup permanen. beberapa spot yang tidak tertutup puing bahkan masih terlihat ada lantai keramiknya. since I don't follow the news on this matter, I really got lost here. do these people actually own the land here, or they used to live here illegally? permanent houses, you know. that's a lot of confidence.

dan terus terang saya bertanya-tanya, apakah pemerintah memang belum menyediakan tempat bermukim yang layak (dan interpretasi 'layak' sebetulnya bisa jadi bervariasi) untuk mereka...? atau sebenarnya sudah disiapkan, tapi justru warganya yang enggan menempati?

namun biar bagaimanapun juga,
setibanya di lokasi tetap foto dulu sambil bawa-bawa banner acara.

a bit of group selfie. with bright sun and strong wind.


...sumpah yah itu lihat grammar yang tertera di spanduk bikin kepengin ambil penghapus terus benerin struktur kalimatnya.


and there, I looked around.
because that is one thing I usually end up doing. silently looking around. watching other people. and I witnessed several things that stirred a mix of feelings within myself. and it wasn't exactly a nice, comfortable mix.

saya melihat beberapa wajah senang, bersemangat, yang sorot matanya seolah mengatakan wah-asik-makanan-gratis, dan rata-rata terpancar dari paras anak-anak (but some other kids do not even give a fuck to what's happening around them). sementara beberapa wajah orang dewasa terlihat menyiratkan siapa-nih-rombongan-mobil-bawa-bawa-sumbangan-makanan. ada pula segerombolan ibu-ibu yang menatap tumpukan karung beras serta bungkusan nasi dengan tampang harap-harap cemas.

I even overheard a few whispers here and there.

"Ibu ngapain ke sini? Ini tuh buat orang gusuran, Ibu rumahnya kena gusur nggak? Nggak kan?" kata seorang ibu-ibu berjilbab kepada ibu-ibu lain yang baru saja datang di tengah-tengah acara serah terima bantuan makanan.

"Eh lu ke sini! Ayo pulang! Udah abis semua, udah abis! Percuma ke sini juga," ujar seorang ibu lain memanggil anaknya, seraya berjalan menjauhi tempat serah terima makanan.

and some more.

namun di sisi lain, wajah-wajah puas dan bahagia terpancar dari mereka yang memberikan bantuan. I know they are feeling good. they have done something good. they have helped others. and it's understandable to feel pleased with ourselves. to feel that we've done our small part in society. so we are taking pictures and videos for documentations, lots of them if possible. telling locals who brings free stuffs for them, hoping them will remember--though in many cases, they won't.


and I wonder if I can really help those kind of people, those people we casually categorize as 'less fortunate folks', in ways that they actually need. 

....maybe I can't.
because humans sometimes don't want the help they need.
and sometimes they are hungry for the kind of 'help' which isn't essential for them.

dan berbagai pikiran pun berkecamuk di kepala saya.
tidak berhenti hingga keesokan harinya, hingga pagi ini ketika saya memutuskan untuk membuka laman blog dan mengetikkan kata-kata kusut di kepala... dan menghasilkan tulisan blog yang sama-sama kusutnya.


but even though our 'help' is probably useless and irrelevant, I still believe we should not just lay back and turn a blind eye to everything.


z. d. imama

No comments:

Post a Comment