Monday 22 February 2016

About A, B, and C Students


I bet you've seen many kinds of this post on social medias (especially from LINE@ account, which God only knows how many are actually there):


Contoh lainnya masih banyak sih. Misalnya 'anak-(letakkan jurusan perkuliahan yang tidak populer di sini)-lebih-baik-ketimbang-(masukkan jurusan perkuliahan populer di sini)', atau 'Sarjana-lebih-baik-daripada-Diploma', dan lain sebagainya. Terutama sekarang yang sedang nge-hype adalah kampanye 'pengusaha-lebih-baik-daripada-pegawai'.

Lalu memangnya kenapa dengan semua itu?
Ya nggak apa-apa, sih...

Tapi begini. Komparasi terhadap dua hal berbeda itu memang perlu dan selalu akan terjadi, hanya saja masing-masing pasti memiliki pros and cons. And at the end of the day, actually there's nothing better, just what is more suitable and doable.. depends on one's situation and personal capacity. Namun belakangan saya melihat cukup banyak dari kita yang mulai memandang sebelah mata usaha orang lain, padahal sebetulnya diam-diam itu hanya untuk menutupi ketidakmampuan atau ketidakkompetenan diri sendiri.

Saya akan mencoba jelaskan sedikit dengan mengacu pada gambar di atas. Pada artikel yang berjudul "10 Reasons Why C Students are More Successful After Graduation", definisi 'C Students' di sini adalah mahasiswa-mahasiswa dengan nilai cenderung ngepas, mepet-mepet batas kelulusan. Bahkan mungkin ada yang agak megap-megap. Bukan golongan yang bergelimang huruf A di dalam transkrip riwayat studinya. Bukan kandidat Mapres lah, yang jelas.

Hermione Granger, siswa teladan sejati.

Dalam artikel itu, 'C Students' disanjung-sanjung. Mereka dinilai tidak mengindahkan sistem sehingga bisa lebih kreatif, lebih berkembang. tidak sibuk berupaya menyenangkan hati guru atau dosen, tidak seperti 'A and B Students' yang tunduk pada sistem dan bersemangat mencoba 'mencuri hati' pengajarnya, atasan-atasan, atau bahkan seniornya (untuk lebih lengkapnya silakan geledah sendiri akun LINE@ Metagraf karena saya malas menulis ulang semua).

and I was like... what the FUCK?


Pertama, kecenderungan tidak adanya data valid yang disajikan dalam artikel macam itu. Semuanya sebatas asumsi, asumsi, dan asumsi. Fenomena ini sama seperti postingan-postingan di internet yang memberi stereotipe "Teacher's pet" atau anak-anak sok pintar kepada siswa-siswa yang gemar―atau sering―duduk di bangku lajur depan dan menyematkan gelar "Orang sukses" atau "Legend" terhadap mereka yang senantiasa mengambil bangku paling belakang. Tentu saja, banyak sekali orang (termasuk teman-teman saya) yang menyebarkan (minimal memberi likes) pada postingan sejenis itu... karena siapa sih yang tidak bersedia dipandang akan lebih sukses dibanding golongan "anak-anak-kandidat-Mapres" setelah lulus kuliah? Saya sih mau-mau saja.

Tapi jahat sekali jika kita mengatakan bahwa 'A and B Students' berusaha mendapatkan nilai bagus hanya demi 'cari muka' terhadap dosen. Yah, meskipun harus diakui, ngeselin juga kalau ada kenalan yang kerjaannya main melulu tapi belajar setengah jam semua materi langsung nempel dan nilainya selalu tinggi-tinggi. Namun tetap saja masih banyak sekali di luar sana, mahasiswa ataupun pelajar yang masuk kategori 'A and B Students' karena mereka mengerahkan segenap kemampuan. They are giving it all they got. They committed to their studies because they think it's their responsibility.

There are tons of 'C Students' who are giving their best, too, but simply cannot reach the result as good as 'A and B Students'. And that's okayThat's alrightWhat's not okay is: when we think that we, as 'C Students', are better than 'A and B Students' because they kiss assess and we don't, and we would be more successful than them after graduation, when in fact, we are just irresponsible with our studies and being lazy ass-fuckers.


I hope I made my point.
z. d. imama

No comments:

Post a Comment