Sunday 25 June 2017

How to Respond to Questions from Relatives on Eid


Selamat Hari Raya Idulfitri, teman-teman!

Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca isi dari blog saya yang kebanyakan nggak ada pentingnya ini. Hahaha. Berhubung sekarang hari Lebaran (dan saya belum mudik sehingga nganggur di kos), saya akan mencoba memberikan tips-tips sederhana mengenai cara-cara mengatasi pertanyaan sekaligus komentar―yang berbau ikut campur dan kadang terasa menyudutkan―dari saudara-saudara jauh saat acara kumpul keluarga besar ketika hari Idulfitri.

Lebaran, dengan budaya mudiknya, merupakan ajang bagi anggota extended family yang biasanya tidak saling bertemu menjadi berinteraksi dan saling kenal. Pertemuannya pun dalam setahun hanya bisa dihitung jari. Kalau bukan di momen Idulfitri yaa... Natal. Atau kegiatan lain yang melibatkan banyak orang (misalnya arisan keluarga besar). Tapi masalahnya, saudara-saudara jauh bermodal kepretan DNA dari eyang/leluhur yang mendadak mendekat ini sering―meskipun tidak selalu―tidak tahu diri sadar bahwa mereka jarang sekali berhubungan dengan kita dan hampir tidak punya andil besar pada suka-duka hidup kita. Banyak di antara mereka yang memilih menanyakan atau mengomentari hal-hal yang termasuk pilihan pribadi, prinsip, bahkan kadang-kadang memerintahkan sesuatu.

Hal-hal yang paling sering terkena serangan komentar dan pertanyaan kerabat jauh ketika Idulfitri kurang lebih sebagaimana tertera di bawah ini:

  • "Kapan lulus?" dan segala variasinya, khusus bagi mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.
  • "Udah ada pendamping wisuda belum?" sebagai variasi dari "Masih jomblo atau udah punya pacar?" untuk mahasiswa-mahasiswa yang sudah lulus sidang skripsi tapi belum upacara wisuda.
  • "Lho, belum kerja?" yang biasanya ditujukan kepada lulusan universitas atau akademi yang masih bergulat mencari pekerjaan, atau yang memang memutuskan untuk mencari nafkah dengan cara non-kantoran (misalnya berjualan barang secara online).
  • "Kapan nikah?" dan segala repackaged version-nya, biasanya sudah mulai dilontarkan ke anak-anak perempuan yang sudah memasuki usia 20 tahun ke atas (kalau laki-laki saya nggak tahu karena nggak ngalamin), cenderung makin gencar dan makin sadis seiring bertambahnya waktu.
  • "Kapan punya momongan?" yang kerap digunakan untuk mencecar pasangan-pasangan yang sudah menikah tapi belum punya anak, memang menunda punya anak, atau memilih untuk tidak punya anak. 
  • "Kapan nambah?" ini bukan tentang nambah makan, tetapi menambah jumlah anak. Ya tentu saja sasarannya adalah pasangan suami-istri yang anaknya hanya satu. 
  • "Mainannya lucu, buat anakku satu ya?" adalah pertanyaan sekaligus permintaan ngelunjak yang tidak jarang dicetuskan oleh kerabat jauh kepada kita kalau mengoleksi barang-barang seperti Funko, Gunpla, action figure, atau sejenisnya.
Jika ada contoh pertanyaan lain, silakan ditulis di kolom komentar sebagai submission!

Inner me: "LEAVE. ME. ALONE!!"

Bagaimana cara untuk men-tackle pertanyaan-pertanyaan di atas? Ada beberapa alternatif yang bisa dipilih, tetapi efektivitas setiap opsi tidak bisa ditentukan karena yaaah... ngefek-nggaknya ke setiap orang kan beda-beda. Silakan putuskan sendiri siasat mana yang akan kalian gunakan ya!

- The "Senyumin Aja" Strategy

Nggak usah dijawab. Nggak usah ngomong apa-apa. Pokoknya senyum! Jika memungkinkan, saat kalian tersenyum manis kepada pihak penanya, lakukan sambil pindah dari posisi semula ke tempat lain yang jauh dari jangkauan suara dan tangannya. Sehingga sikap ini merupakan silent version dari, "No, I am not going to answer this. Bye."

- The "Jawab Asal-Asalan" Strategy

Ingin meladeni? Ingin menjawab? Tapi juga ingin sedikit rese? Bisa pilih metode menjawab ngasal. Sewaktu ditanya, "Kapan kawin?" misalnya, kalian bisa jawab "Minggu depan kali ya, mumpung bulan Ramadan sudah selesai". Atau justru mendapat pertanyaan, "Pacar kamu mana kok nggak pernah dikenalin"? Tenang. Coba bilang, "Lho, orangnya ada di sini kok," dan biarkan mereka menebak-nebak siapa di antara keluarga besar yang diam-diam kalian kencani (padahal fiktif).

- The "Serangan Balasan!" Strategy

Jika kalian termasuk orang-orang yang paling tidak bisa merasa dipojokkan, ditindas, atau dicampuri urusan hidupnya, tampaknya siasat serangan balik ini cocok untuk kalian. GO FULL OFFENSIVE, PALS! Sebagai contoh, ketika kalian mendapat pertanyaan, "Kamu kok nggak lulus-lulus kuliah?" dari saudara yang kebetulan punya anak dengan usia di bawah kalian, bisa membalas dengan, "Ya minimal saya keterima di kampus bagus, kalau (masukkan nama anak si penanya) kan belum tentu". Kalian dapat komentar, "Nggak usah terlalu pilih-pilih jodoh"? Santai. Bisa dijawab, "Kalau saya nggak milih-milih, nanti kehidupan rumah tangga saya susah kayak Om/Tante". Koleksi mainan kalian diminta satu oleh kerabat dengan dalih untuk anaknya? Jangan panik. Bisa katakan, "Miskin ya sampai nggak sanggup belikan mainan untuk anak sendiri? Kebanyakan anak?" sebagai serangan balasan. Tapi harus diingat, strategi ini juga sangat efektif untuk membuat kalian jadi the black sheep of the family.

- The "Pura-Pura Sakit Tenggorokan" Strategy

Ini adalah siasat melarikan diri, alias cari aman. Kenakan masker sepanjang momen Lebaran. Berpura-puralah sedang sakit tenggorokan dan nggak sanggup ngobrol dengan orang-orang, niscaya kalian tidak akan harus repot-repot memberikan respon terhadap komentar dan pertanyaan mengganggu, bahkan tidak perlu turut berbasa-basi dengan semua orang. Cukup berikan sinyal yang menandakan bahwa kalian tidak bisa bicara, habis perkara!

Masker debu ya, bukan masker perawatan wajah...

Sudah memutuskan siasat mana yang akan diterapkan untuk Lebaran kali ini? Sekali lagi, selamat Hari Raya Idulfitri untuk kalian! Lebaran nggak Lebaran, yang penting ikut liburan!

z. d. imama

10 comments:

  1. Hahahahaha.... Ngakak baca 'pura-pura sakit tenggorokan strategy'. Gak bisa makan juga dong ah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dong Mbaaak.. kan kalau makan tidak perlu mengeluarkan suara/bicara :)))

      Delete
  2. Pokoknya met lebaran yaaaa, eh mudik toh?

    ReplyDelete
  3. Selamat Lebaran Ziiii! Mohon maaf lahir batin yaaa.


    Btw itu yang pake masker si Chloe Moretz ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Chikaaa! Iya kan sudah maaf-maafan di Telegram :"))))

      Betul sekali, itu Chloe Moretz (habisnya mau nyari model yang tampangnya lebih nyebelin nggak nemu = 3=)

      Delete
  4. I love those "serangan balasan" strategy. Ya Rabb, itu jahat tapi kok mantab kalo dipraktekin. :D

    Btw, Minal aidin wal faizin ya, Mbak Zi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mohon maaf lahir batin juga yah!
      Terima kasih banyak sudah meninggalkan komentar di blog semenjana ini X'D

      Delete
  5. saya, atas nama pribadi, entah kenapa nggak pernah merasa terpojokkan sama pertanyaan2 cem demikian ya. mungkin gara2 saya ini penikmat perhatian orang. jadilah kalo ada yang nanya2 kayak gitu sayanya malah suka. lagian saya pikir, nggak ada problem sama hidup saya yang harus saya tutup2i, maka ya marilah tanya apa sahaja tentang saya. sekalian showoff, sekalian survei pasar, besok kalo otobiografi saya terbit, kirakira bakal laku berapa milyar kopi ya?

    ReplyDelete
  6. eee...saya lupa mohon maaf lahir dan batin. nah, mohon maaf lahir dan batin ya :)

    ReplyDelete