Tuesday 9 August 2016

Gramedia Matraman is a trap!


Okay, this is gonna be short. Seumur-umur saya tinggal di Jabodetabek, baru weekend kemarin saya menapakkan kaki ke salah satu tempat paling mulia sejagad ibukota Indonesia. Lebay? Mungkin. Tapi bodo amat. Ini kan pendapat saya, jadi standar yang dipakai ya standar pribadi. Lalu bangunan apakah yang menurut saya patut menyandang label mulia itu?

Jawabnya:
Gramedia Matraman.

Saya berangkat ke sana naik jasa angkutan idola sebagian penduduk Jakarta: ojek online. Ternyata tagihannya nggak sampai sepuluh ribu rupiah. Wah, sinyal bahaya pertama. Ongkos transportasi yang tidak mahal akan meningkatkan kemungkinan saya bakal sering bolak-balik ke TKP. Namun jujur saja, setelah perjalanan yang hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit dan motor ojek direm mulus di depan pelataran parkir Gramedia Matraman, saya susah percaya kalau gedung yang berdiri di hadapan saya adalah toko buku.



Tampilannya dari luar biasa-biasa saja. Nggak ada yang istimewa. Medioker kayak teriakan para War Boys di film Mad Max. Berhubung saya turun di dekat area parkir mobil dan sama sekali nggak tahu pintu masuknya di sebelah mana gara-gara kunjungan perdana, saya sempat menghabiskan waktu sekitar lima menit untuk sok-sok menyenderi mobil kinclong terdekat dan mengamati manusia-manusia lain yang juga hendak masuk ke toko buku. Because saving yourself from unnecessary embarrassment is important (and I have had embarrassed myself often enough).

(No extra slots for more.)

Motivasi saya main ke sini sebetulnya sederhana. Saya ingin mencari sebuah manga rilisan terbaru yang terbit beberapa minggu lalu. Biasanya sih saya perginya ke TMBookstore (karena harganya lebih murah beberapa persen). Tapi disebabkan stok buku di sana cepat habis dan kadang kurang lengkap, ditambah jarak yang cukup lumayan, akhirnya pilihan saya hari itu jatuh ke Gramedia Matraman. Dibela-belain pergi ke Gramedia pusat cuma untuk beli satu komik seharga dua puluh ribu rupiah.

Niatnya sih begitu.
...Kenyataan berkata lain.


Lantai satu Gramedia Matraman ternyata penuh printilan-printilan lucu-lucu (atau dalam istilah bahasa yang lebih beradab: pernak-pernik) mulai dari alat-alat tulis, kertas kado, boks penyimpanan, jam dinding maupun weker, hingga benda yang urgensi eksistensinya dipertanyakan. Kotak musik, misalnya.

I saw this music box and thought that it was cute.


Then the music started playing and I was kind of freaked out. That Paris-ish music box is playing Laputa's soundtrack (for all of you folks who don't know what the hell is Laputa, hit this to go straight to Wikipedia). Saya bahkan hampir khilaf dan nyaris terhasut rayuan musik maut yang seolah menghipnotis orang untuk membelinya.


Demi mencapai tujuan awal, saya naik ke lantai... berapa ya? Lokasi buku komik sepertinya diletakkan di lantai ketiga atau keempat. entahlah. Penamaan lantainya bahkan saya belum hapal. Yang jelas, sesampainya di lokasi rak-rak penuh buku komik, saya mulai bergerilya mengitari area tersebut untuk mendeteksi keberadaan buku incaran.

...Tapi kok nggak ketemu-ketemu?

Ini entah toko bukunya yang kegedean atau saya yang amatiran? I even ran it on the database and it said that the stocks are still around thirty books. That amount of stack should be noticeable, right? toh bukan sebiji-dua biji yang bisa nyelip di mana-mana. Pas sudah nyaris putus asa, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada sebuah rak. Dan entah kenapa rasanya ada sesuatu yang membuat saya memerhatikan lebih jeli. Semacam ada yang menahan tatapan saya supaya tidak meleng dulu.


Saya lalu mendekat sedikit.
Lho, komik dengan kaver bernuansa putih-oranye itu kan...


BINGO!

Ketemu juga akhirnya! Usaha mengitari area lantai komik berulangkali bak orang thawaf ternyata membuahkan hasil. Minimal target utama sudah tercapai. Kalaupun nantinya ternyata kalap dan belanja ini-itu tanpa bisa dibendung, itu urusan lain.

...I guess I'm THAT bad at doing self-financial management.
(That's okay. someone I know said that savings are for wankers anyway.)


Ngomong-ngomong, manga berjudul 'Haikyuu!' yang dibeli sudah pernah saya buat sedikit ulasannya di sini. meskipun lebih mirip ceracauan nggak jelas, sebagai formalitas marilah kita anggap tulisan itu adalah sebuah review ala-ala.

Overall, pengalaman pertama ke Gramedia Matraman ini menyisakan mixed feelings di dalam hati saya. Seneng sih iya. Tapi berkecamuk juga iya. Lantaran niat hati hanya ingin beli komik seharga dua puluh ribu rupiah sebiji (dan sengaja bawa duit pas pula), eeeeh... yang terjadi ujung-ujungnya tetap saja gesek kartu debit. Aduh mak, pulang-pulang kepengin nangis. Antara nangis bahagia atau nangis perih, "Wanjirrrr... gue bisa survive nggak nih sampai gajian berikutnya?"

Apalagi ditambah fakta bahwa saya sempat menyambar beberapa buku kanan-kiri dengan liar sebelum ambil antrian di kasir, seperti 'Gone Girl'-nya Gillian Flynn yang nggak pernah sempat kebeli karena dulu saya mahasiswi bokek... (dan kini saya naik pangkat menjadi pekerja bokek) serta 'The Shining'-nya Stephen King, yang saya idamkan sejak lama tapi nggak nemu-nemu bukunya.


It's okay. It's toooootally okay. Nggak apa-apa. I'm used to being broke anyway, so it should be fine. nggak usah khawatir berlebihan. I should have pretty good chance of survival. *continuous attempt of self-consolation until the next payday*

z. d. imama

6 comments:

  1. Aku punya music box yang bentuknya kuda-kuda kayak komedi putar dan lagunya Laputa. Sekarang banyak tuh music box yang pakai lagu Laputa. Aku pas beli music boxnya gak tau sama sekali isi lagunya apa, beli karena suka bentuknya (via online), eh ternyata Laputa doooong. *girang setengah mati*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, saya malah baru tahu kalau soundtrack Laputa mulai populer di kalangan music box... hahaha. Padahal dulu mentok-mentok kalau ada music box lagunya For Elise atau semacamnya. Sekarang sudah merambah ke Ghibli OST X"D

      Delete
  2. Haii Zulfa, karena kamu ngomongin gramedia jadi ingat beberapa list buku yang pengen ku beli hehehehe. Aku juga lumayan lama nga mampir ke gramedia matraman walaupun tiap minggu pasti ngelewatin kalau naik busway. Tapi yach gitu, sama ama kamu takut kalap. wkwkwk..

    ReplyDelete
  3. saya belum pernah kesitu, tapi nyatanya saya ga terlalu semangat ke gramedia skarang, gara-gara sering membandingkannya dengan togamas di jogja, jaaaauh harganya hehehe

    ReplyDelete
  4. Ini memang Gramedia terbesar di Jakarta, saya dulu sering ke sini hampir tiap bulan. Dulu isinya benar-benar cuma buku, sekarang ada gerai makanan kalau ga salah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mas, sekarang ada yang jual cemilan sama minuman di depan, deket konter jam tangan. Mungkin buat ibu-ibu yang capek ngejar-ngejar anak-anak kecil mereka yang lari-larian mungkin ya... Tapi kayaknya sekarang Gramedia memang nggak cuman jualan buku sama alat tulis, kan? Ada jual tas, sepatu, puzzle, home decorations, peralatan handcrafting, kadang instrumen musik dan skateboard juga ada :)))

      Delete